KOTAK SEPATU DAN DOA

akhir zaman

[AkhirZaman.org] Hidupku tidak pernah tanpa tujuan,” bisiknya. Perlahan-lahan aku memalingkan mata dari bacaanku. Tidak ada orang lain di sekitar kami, jadi pasti dia yang berbicara padaku. Selama 20 menit terakhir kami telah duduk saling berhadapan di area tunggu operasi di rumah sakit. Haruskah aku mengatakan sesuatu? Perlahan-lahan aku menutup buku bacaanku dan tersenyum. Senyumnya menyebabkan kerutan di sekitar matanya tampak semakin jelas. Itu merupakan senyuman yang tulus yang membuatku percaya bahwa pastilah hidupnya dipenuhi dengan tawa. Ia mendekap sebuah kotak sepatu yang berhiaskan pita sebagai pengikatnya.

Dia bertanya apakah aku sedang menunggu seseorang yang kukasihi yang tengah menjalani operasi. Aku terdiam, menyadari sebagian dari diriku yang merasa bersalah karena bukan aku yang menjalani operasi. Suaraku sedikit bergetar ketika aku berkata, “Saya sedang menunggu teman.” Dia menganggukkan kepalanya dengan pebuh simpati, seakan berkata: Tidak ada yang harus dijelaskan. Dia mengulurkan tangannya dan memperkenalkan dirinya bernama Dan.

                                                                                                         * * *
Perjalanan ke rumah sakit begitu hening. Ini terlalu awal untuk segala sesuatu kecuali pikiran. Aku menunggu temanku untuk mengatakan sesuatu, namun tampaknya sama seperti aku, ia tidak memiliki kata-kata yang bisa terucap. Ironisnya, kami berdua mengajar mata pelajaran bahasa setiap hari: Bahasa Inggris, retoris, linguistik, komunikasi, literatur . . . semua alat yang berguna untuk berkomunikasi dengan efektif—kecuali dalam situasi seperti ini.

Saat kami sampai di area parkir rumah sakit, aku mendengar suara yang asing dari temanku ini bertanya, “Menurutmu, apakah Dia mendengarku kemarin malam? Semalam aku berdoa supaya tidak ada kabar tentang kanker payudara. Menurutmu, apakah Dia mendengar doaku semalam?

                                                                                                           * * *
Istri Dan, Shelly, menjalani operasi penggantian tulang pinggul yang kedua. Dan mengatakan bahwa operasi yang pertama sangatlah sulit. Proses pemulihannya sangat menyakitkan. Dia meyakinkan aku bahwa operasi yang kedua ini akan berhasil. Di tengah ceritanya ia terdiam, menepuk-nepuk kotak sepatunya sembari berkata, “Itulah mengapa saya membawa kotak sepatu ini.” Aku menjadi penasaran.

Dan mengingat bahwa selama 10 tahun pertama dari 52 tahun masa pernikahan mereka, Shelly selalu mengawali dan menutup hari-harinya dengan membaca Alkitab dan berdoa. Seringkali ia akan menyelipkan sebuah catatan kecil ke dalam kotak sepatu yang terletak di atas meja rias. Suatu hari Dan bertanya kepada Shelly apa arti semua itu. Lalu Shelly pun membuka kotak sepatu itu dan menunjukkan semua catatan-catatan yang ia masukkan ke dalamnya: sebuah permintaan untuk kesembuhan bagi anak perempuan mereka yang terkecil, sebuah catatan bentuk ucapan syukur atas pekerjaan baru Dan, sebuah catatan dengan kata SABAR di dalamnya. Catatan-catatan tersebut (yang terbuat dari potongan kertas, tissue, nota bekas) memuat pernyataan-pernyataan, frase-frase, kata-kata, doa-doa, dan kata-kata pujian,  setiap pemikiran sederhana dari kejadian sehari-hari yang tertulis dengan tulisan yang tampak tergesa-gesa. Itu adalah kotak doa.

“Tepat di dalam kotak tersebut ada banyak sekali peringatan akan doa-doa yang terjawab dan bukti dari berkat-berkat yang tersamarkan. Ada satu catatan yang terus menerus muncul.” Ia terdiam sesaat. “Sebuah catatan yang meminta agar TUHAN menyentuh hatiku, untuk membuat saya mau melayani Dia.” Ia mengelus pita yang menghiasi kotak itu dengan lembut, hanyut dalam kenangan. “Saya kembali ke gereja, lalu pergi ke sekolah untuk menjalani pendidikan kependetaan, dan kami melayani sebagai misionaris selama 20 tahun.”

Itu adalah doa untuk sebuah tujuan, sebuah hidup yang memiliki tujuan.

Kotak sepatu itu terus menjadi bukti nyata akan kekuatan yang datang dari doa; baik jika doa-doa itu dijawab atau tidak, doa kita didengar. Hanya sepeti itu, itu terasa seolah Roh Kudus telah berjalan melalui pintu-pintu dan membawa kedamaian dan sebuah peringatan akan tujuan yang selama ini kita tunggu.

Dua jam kemudian temanku dalam masa pemulihan. Aku siap untuk menemuinya. Dan memberikan kotak sepatu itu kepadaku, bersikeras menyuruhku untuk membagikannya kepada temanku. Dia berkata bahwa mereka telah memilikii banyak pengalaman dengan banyak kotak sepatu, dan kotak sepatu yang satu itu diberikan untuk temanku. Saat aku menaiki elevator menuju ke ruang pemulihan, rasa penasaran meliputiku. Aku melepas pitanya dan membuka kotak tersebut. Di dalamnya terletak sebuah kartu berukuran 3 x 5 inchi. Bagian depan kartu tersebut bertulikan Untuk hari ini! Lalu dibelakangnya tercetak kata-kata: “Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku. Sebab Ia menyendengkan telingaNya kepadaku, maka seumur hidupku aku akan berseru kepadaNya. . . . Allah kita penyayang.” (Mazmur 116:1-5).
_________
OLEH: DIXIL RODRÍGUEZ
Dixil Rodriquez adalah seorang professor di sebuah perguruan tinggi dan seorang kepala rumah sakit sukarela, tinggal di Texas. Artikel ini diterbitkan pada tanggal 8 Maret 2012.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *