[RH] Sikap dalam Berdoa (Bagian 2)

627187 24131007 Copy

“Akan tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri diatas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus” (Yudas 1:20).

[AkhirZaman.org] Saya mengundang datang ke depan orang-orang yang rindu akan doa-doa dari pelayan-pelayan Allah. Semua yang telah jatuh, semua yang berharap untuk kembali kepada Tuhan dan mencari Dia dengan rajin, bisa memperbaiki kesempatannya. Beberapa tempat duduk dengan cepat terisi dan seluruh jemaat berada pada pergerakan tersebut. Kami memberitahu mereka yang terbaik yang bisa mereka lakukan untuk duduk dengan benar di mana mereka berada dan kita akan mencari Tuhan bersama-sama oleh mengakui dosa-dosa kita, dan Tuhan telah mengikrarkan firman-Nya, “Jika kita mengaku dosa kita, maka la adalah setia dan adil sehingga la akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan kita” (1 Yoh. 1:9).-—Diary, 20 Feb. 1887. (Diterbitkan dalam Selected Messages buku 1, hlm. 147.)

Saya mengundang semua yang mau untuk memberikan diri mereka bagi Allah dalam suatu perjanjian yang kudus, dan mau melayani Dia dengan segenap hati mereka, untuk bangkit berdiri di atas kaki mereka. Rumah itu penuh, dan hampir semua bangkit. Sejumlah kecil orang-orang yang tidak seiman juga hadir, dan beberapa dari mereka ikut bangkit. Saya mempersembahkan mereka kepada Tuhan dalam doa yang sungguh, dan kami tahu bahwa kami telah memiliki manifestasi Roh Allah. Kami merasakan bahwa hal itu suatu kemenangan yang benar-benar telah didapatkan.—Manuscript 30a. 1896. (Diterbitkan dalam Selected Messages, buku 1, hlm. 150.)

Pada penutupan pembicaraan saya, saya merasakan kesan Roh Allah untuk memberikan undangan bagi mereka semua yang rindu untuk memberikan diri mereka sepenuhnya kepada Tuhan agar datang ke depan. Mereka yang merasa memerlukan doa-doa para pelayan Allah diundang untuk mewujudkannya. Sekitar tiga puluh orang maju. . . .

Pada awalnya saya ragu-ragu, jika hal itu merupakan yang terbaik untuk bertindak sedemikian, ketika putra saya dan saya saja yang bisa melihat siapa yang akan memberikan kepada kami pertolongan pada peristiwa ini. Tetapi seolah-olah seseorang berbicara kepada saya, yang lewat melalui pemikiran saya, ‘Tidak dapatkah engkau percaya kepada Tuhan?” Saya berkata, “Saya mau, Tuhan.” Meskipun putra saya terkejut bahwa saya akan membuat panggilan pada peristiwa ini, la juga merasa tak pasti. Namun saya belum pemah mendengar la berbicara dengan kuasa yang lebih besar atau perasaan yang lebih dalam daripada pada waktu itu. . . . 

Kami bertelut berdoa. Putra saya yang memimpin doa, dan Tuhan benar-benar mendengarkan permohonannya; karena merasakan ia berdoa dalam hadirat Allah.— The Review and Herald, 30 Juli, 1895. (Diterbitkan ulang dalam Selected Messages, buku 1, hlm. 148, 149.)

(3SM 267, 268)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *