Seorang Pengantara Yang Setia

jesus priest 2 Copy

[AkhirZaman.org] Manusia dewasa ini sedang dilanda kesulitan dalam upaya menemukan arti hidup yang sepantasnya. Mereka berusaha mencari bimbingan dari seseorang tertentu guna menolong memecahkan problema mereka sehari-hari. Masalah ini pernah diangkat dalam berita utama majalah AS yang cukup populer beberapa waktu yang lalu.

Pada halaman depan majalah Newsweek, terbitan 25 Agustus 1997 terpampang gambar Maria dan kalimat yang berbunyi, “The Meaning of Mary, A Struggle Over Her Role Grows Within the Church.” Artikel utama tersebut melaporkan bahwa sebanyak 40.383 petisi telah dikirimkan minggu itu kepada Paus yang berasal dari berbagai negara, memohonkan padanya untuk menjalankan kekuasan kepausannya yang tak bercela agar mengumumkan bahwa Bunda Maria adalah “Co-Redemptrix, Mediatrix of all Graces and Advocate for the People of God,” seperti menurut Erwin R. Gane dalam bukunya You Ask God Answer. Selama melayani manusia selagi di dunia, sering kali terjadi di mana Yesus tak dapat memenuhi segala kebutuhan mereka pada saat tertentu sehingga Maria, ibu-Nya berperan aktif menolong Dia dalam melakukan misi pelayanan ini.

Namun, kalangan ilmu pengetahuan menyajikan skenario yang berbeda. Para ilmuwan saat memandang permasalahan yang dunia sedang hadapi, malah mempersalahkan Allah atas problema dan ketidaksempurnaan ini serta menuduh Allah tidak memiliki kasih dan belas kasihan. Bertrand Russell dalam bukunya Religion and Science: “Religion, in our day, has accommodated itself to the doctrine of evolution.” Lebih lanjut Homes Rolston III dalam bukunya Does Nature Need to be Redeemed menyatakan bahwa proses evolusi dipenuhi dengan “predation, parasitism, selfishness, randomness, blindness, disaster, indifference, waste, struggle, suffering, death.” Senada dengan David Hull dalam bukunya The God of Galapagos menekankan bahwa proses evolusi “is rife with happenstance, contingency, incredible, waste, death, pain and horror” di samping pula ia menggambarkan seakan Tuhan itu bukanlah Allah yang mengasihi dan memperhatikan ciptaan-Nya, melainkan Allah yang lalai, tak peduli, kejam serta tidak patut disembah oleh setiap insan.

Impresi ini dianut oleh manusia dewasa ini tentang sikap mereka terhadap Allah yang menyebabkan mereka menjadi kecewa dan kehilangan arah dalam hidup ini. Bahkan hal ini telah melanda juga di kalangan gereja kita di mana beberapa anggota bersikap apatis atau diam saat kita mengumandangkan pekabaran tiga malaikat yang dimulai dengan pekabaran malaikat pertama, “Takutlah akan Allah dan muliakanlah Dia, karena telah tiba saat penghakiman-Nya, dan sembahlah Dia yang telah menjadikan langit dan bumi dan laut dan semua mata air.” Wahyu 14:7. Mereka lebih condong untuk tidak membicarakan tentang penghakiman. Kelihatannya beberapa anggota hidup dalam bayangan ketakutan dan perasaan bersalah, sehingga setiap pembahasan tentang penghakiman atau tentang kaabah surga malah menimbulkan perasaan putus asa atau tanpa harapan. Clifford Goldstein dalam bukunya False Balance mengatakan, “… the judgment is going on in heaven right now, and that our names may come up at any time. We can’t know when that happens, but when it does, our names are blotted out of the book of life if we are not absolutely perfect. We are lost. We won’t know it, and we may keep on struggling to be perfect, even though probation has closed for us and we have no hope.”

Tidak heran manusia merasa takut, ngeri, cemas gantinya gembira menerima kabar baik keselamatan ketika topik tentang pengantaraan Yesus dalam kaabah surga dikabarkan. Oleh karena pengaruh ajaran popular yang salah telah menyusupi mereka, baik dari dalam maupun luar gereja, maka penulis ingin memberikan pengertian dan pengharapan melalui Injil. Haruslah ini menjadi suatu kabar baik bagi kita yang hidup di akhir jaman di samping kita mempunyai alasan mengapa kita harus gembira karena kita memiliki seorang pengantara yang membela kita di hadapan Allah. Kita tidak perlu melihat orang lain. Yang kita perlu lakukan hanyalah datang pada Yesus. Namun, untuk itu kita perlu menelaah kembali upacara korban dalam kaabah secara keseluruhan, baik di bilik yang kudus maupun bilik yang maha kudus yang keduanya sangat erat berhubungan satu dengan lain.

Mungkin sebagian orang akan bertanya: Bukankah Allah mengetahui segala sesuatu? Mengapa kita membutuhkan seorang pengantara, jika kita dapat berhubungan langsung dengan Allah? Apa maksudnya menaruh Yesus sebagai pengantara? Roy Gane dalam bukunya Altar Call menulis, “But the Father must maintain His justice when He grants mercy. If he does not, He will violence His own moral character of love (1 John 4:8), which includes both justice and mercy. Christ’s sacrifice, which paid the penalty for our sin, makes it possible for God to be both, just and the justifier of the one who has faith in Jesus.”

Bagaimanakah caranya kita membuat Yesus nyata dalam kehidupan kita setiap hari selaku orang Kristen dan mengakui Dia sebagai “pengantara” kita atau “parakletos” (para,klhton) seperti tertulis dalam 1 Yohanes 2:1 berbunyi: “Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil.” Dengan kata lain selaku Pengantara, berarti Dia juga adalah Pembela kita yang setia. Kiranya ini boleh menjadi pelajaran dan perenungan bagi kita dan boleh diaplikasikan secara pribadi dalam perjalanan kehidupan kerohanian kita.

(WAO)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *