[RH] TIDAK ADA TEMPAT YANG TIDAK LAYAK UNTUK BERDOA

moving crwd Copy

“Pujilah TUHAN, hai segala buatan-Nya, di segala tempat kekuasaan-Nya! Pujilah TUHAN, hai jiwaku!” (Mazmur 103:122).

[AkhirZaman.org] Tidak ada waktu atau tempat di mana tidak layak untuk memanjatkan doa kepada Allah . . . . Di kerumunan orang banyak dijalan, di tengah-tengah keterlibatan bisnis, kita boleh memanjatkan permohonan kepada Allah, 

dan meminta tuntunan llahi-Nya, sebagaimana Nehemia ketika ia memohonkan permintaannya di hadapan raja Artahsasta.— Steps to Christ (Edisi saku) hlm. 99.

Kita boleh berbicara dengan Yesus selagi kita berjalan di jalan, dan la berkata, Aku berada di sebelah kananmu. Kita boleh berhubungan dengan Allah dalam hati kita; kita boleh berjalan dalam persekutuan dengan Kristus. Ketika terlibat dalam pekerjaan harian kita, kita boleh menyampaikan kerinduan hati kita, yang tidak bisa didengar oleh telinga manusia; tetapl perkataan itu tidak bisa hilang begitu saja dalam keheningan, atau lenyap sama sekali. Tidak satu pun yang bisa ditarik dari kerinduan jiwa. la naik sampai di atas jalan, sampai melewati kebisingan mesin. Kita berbicara kepada Allah, dan doa kita didengar.—Gospel Workers, hlm. 258.

Tidak selamanya harus bertelut di atas lutut-lututmu untuk berdoa. Kembangkanlah kebiasaan berbicara dengan Juruselamat itu ketika kamu sendiri, ketika kamu berjalan, dan ketika kamu sibuk dengan pekerjaan harianmu.—The Ministry of Healing, hlm. 510, 511.

“Jangan Ada Allah Lain di Hadapan-Ku”
Setiap anak Allah yang benar akan ditampi seperti gandum, dan dalam proses penampian setiap kesenangan yang diinginkan yang membelokkan pikiran dari Allah harus dikorbankan. Pada banyak keluarga rak-rak, tempat pajangan, dan meja penuh dengan perhiasan dan gambar-gambar. Album-album yang penuh dengan foto-foto keluarga dan sahabat mereka ditempatkan pada posisi di mana itu semua akan menarik perhatian para tamu. Jadi pemikiran-pemikiran, yang seharusnya tertuju kepada Allah dan kepentingan surgawi, dibawa kepada perkara-perkara biasa. Bukankah ini semacam berhala? Bukankah seharusnya uang yang dibelanjakan tersebut digunakan untuk memberkati manusia, melegakan yang menderita, memberi pakaian kepada yang telanjang, dan memberi makan kepada yang lapar’? Tidakkah itu seharusnya ditempatkan dalam perbendaharaan Tuhan untuk memajukan pekerjaan-Nya dan membangun kerajaan-Nya di bumi?

(2 Sm 316, 317)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *