[RH] LATIHAN FISIK DAN MENTAL DIANJURKAN (2)

paritutu Copy

 “Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang”(1Timotius 4:8).

[AkhirZaman.org] Setiap hari suami saya pergi berjalan. Di musim dingin suatu badai salju yang parah datang, dan bapa mengira ia tidak bisa pergi keluar dalam badai dan salju. 

Saya pergi kepada saudara Root dan berkata, ”saudara Root, apakah kamu memiliki sepasang sepatu cadangan?” “Ya,” jawabnya. “Saya mau meminjamnya pagi ini,” kata saya. Sambil membawa sepatu-sepatu itu dan mulai keluar, saya memulai suatu perjalanan satu mil dalam salju yang tebal. Pada waktu saya kembali, saya meminta suami saya supaya ia mencoba berjalan-jalan. la berkata bahwa ia tidak bisa pergi dalam cuaca yang seperti itu. “Oh, ya, kamu bisa,”jawab saya. “Tentu saja kamu bisa berjalan pada jalur-jalur yang saya sudah jalani.” la adalah seorang pria yang memiliki hormat yang besar terhadap wanita; dan ketika ia melihat jalur-jalur saya, ia mengira bahwa jika seorang wanita bisa berjalan dalam salju yang seperti itu, maka ia pun bisa. Pagi itu ia memulai perjalanannya yang biasa. ‘Pada musim semi ada pekerjaan untuk menanam pohon buah-buahan dan pekerjaan di kebun. “Willie,” saya berkata, “tolong belikan tiga cangkul dan tiga garpu. Pastikan untuk membeli masing-masingnya tiga.”

Ketika ia kembali sambil membawa alat- alat itu kepada saya, saya berkata kepadanya untuk mengambil satu dari cangkul ini untuknya, dan memberikan yang lainnya kepada ayah. Ayah berkeberatan, tetapi mengambil satu. Saya sendiri mengambil satu cangkul, dan mulaj bekerja; dan meskipun saya mencederai tangan-tangan saya, saya memimpin mereka untuk mencangkul. Ayah tidak bisa bekerja banyak, tetapi ia berusaha untuk bergerak. Adalah oleh cara yang seperti ini, saya berusaha bekerja bersama Allah dalam memulihkan kesehatan suami saya. Dan, oh, Tuhan telah memberkati kami! Saya selalu membawa suami saya bersama saya ketika saya pergi mengemudi. Dan saya membawa dia bersama saya ketika saya pergi untuk berkhotbah di tiap tempat. Saya memiliki suatu seri pertemuan yang reguler. Saya tidak bisa membujuk dia untuk naik podium selagi saya berkhotbah. Pada akhirnya, setelah berbulan-bulan, saya berkata kepadanya, “Sekarang, suamiku, kamu yang harus naik podium.” la tidak pergi, tetapi saya tidak menyerah. Saya membawa dia ke podium itu bersama saya. Pada hari itu ia berbicara kepada banyak orang. Meskipun gedung pertemuan itu diisi dengan orang-orang yang tidak percaya, selama setengah jam saya tidak bisa menahan diri untuk menangis. Hati saya meluap, dengan sukacita dan syukur. Saya tahu bahwa kemenangan telah didapatkan.

(2SM 307, 308)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *