PROTES PARA PANGERAN (2)

footageholy-bible Copy

[AkhirZaman.org] Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Protes ini . . . menjadi pokok utama Protestantisme. Sekarang Protes ini menentang dua macam penyalahgunaan manusia dalam hal iman: pertama, campur tangan pengadilan sipil, dan kedua, kekuasaan gereja yang sewenang-wenang. Sebagai ganti penyalahgunaan ini, Protestantisme menetapkan kuasa hati nurani di atas pengadilan, dan kuasa firman Allah di atas gereja yang nampak. Terutama Protestantisme menolak kekuasaan sipil dalam hal-hal ilahi, dan berkata bersama-sama dengan para nabi dan para rasul, ‘ Kita harus menurut Allah lebih dari pada manusia.’ Di hadapan mahkota Charles V seharusnya ditinggikan mahkota Yesus Kristus. Tetapi, lebih jauh, protestantisme meletakkan prinsip bahwa semua pengajaran manusia haruslah menjadi lebih rendah kepada firman Allah.” — Idem, b. 13, ch. 6. Para pemrotes lebih mengukuhkan hak mereka untuk mengatakan dengan bebas keyakinan mereka terhadap kebenaran. Mereka bukan saja percaya dan menurut, tetapi mengajarkan apa yang dikemukakan oleh firman Allah, dan mereka menolak campur tangan imam atau penguasa pengadilan. Protes di Spires adalah kesaksian yang sungguh-sungguh menentang sikap tidak toleran terhadap agama, dan penegasan hak semua orang untuk berbakti kepada Allah menurut hati nurani masing-masing.

Deklarasi sudah dibuat. Telah terlukis di ingatan ribuan orang, dan didaftarkan di buku-buku Surga, dimana tidak seorangpun sanggup menghapusnya. Semua penginjil Jerman menerima Protes itu sebagai pernyataan iman. Dimana-mana orang memandang kepada deklarasi sebagai suatu yang menjanjikan era baru yang lebih baik. Salah seorang pangeran berkata kepada Protestan Spires, “Kiranya Allah Yang mahakuasa, yang telah menganugerahkan kepadamu rahmat untuk bersaksi dengan penuh semangat, dengan bebas tanpa takut, memeliharamu didalam keteguhan Kristen sampai masa kekekalan.” — Idem, b. 13, ch. 6.

Seandainya Pembaharuan setuju menyesuaikan diri dengan kesenangan dunia, setelah memperoleh tingkatan kemajuan, mereka akan menjadi tidak benar kepada Allah dan kepada dirinya sendiri. Dan dengan demikian memastikan kehancurannya. Pengalaman para Pembaharu yang mulia ini berisi pelajaran bagi zaman-zaman berikutnya. Cara Setan bekerja menentang Allah dan firman-Nya tidak berubah. Ia masih tetap menentang Alkitab yang dibuat sebagai panduan kehidupan seperti pada abad keenam belasan. Pada zaman kita terdapat penyimpangan yang lebar dari doktrin dan pengajaran Alkitab. Dan ada kebutuhan untuk kembali ke prinsip Protestan yang benar — Alkitab, dan hanya Alkitab saja, sebagai ukuran iman dan tugas. Setan masih bekerja melalui segala usaha yang ia dapat kendalikan untuk menghancurkan kebebasan beragama. Kekuasaan antikristen yang ditolak oleh para Pemrotes Spires sekarang dengan kekuatan yang diperbaharui berusaha untuk mengembalikan supremasinya yang hilang. Ketaatan kepada firman Allah yang tak terbelokkan yang sama yang dinyatakan pada krisis Pembaharuan adalah satu-satunya harapan pembaharuan zaman ini.

Ada nampak tanda bahaya yang mengancam Protestan. Ada juga tanda yang tangan ilahi direntangkan untuk melindungi umat-umatnya yang setia. Adalah kira-kira pada waktu ini “Melanchthon dengan terburu-buru menuntun sahabatnya Simon Grynnaeus melalui jalan-jalan kota Spires menuju Sungai Rhine dan mendesaknya untuk menyeberangi sungai itu. Simon Grynaeus heran melihat tindakan yang terburu-buru itu. ‘Seorang tua bangka dengan nafas terengah-engah tetapi saya tidak kenal’ kata Melanchthon, ‘tampak di depan saya dan berkata bahwa sesaat lagi pejabat-pejabat pengadilan akan dikirim oleh Ferdinand untuk menangkap Grynaeus.'”

Pada hari itu Grynaeus telah dipermalukan oleh Faber dalam khotbahnya. Faber adalah salah seorang doktor kepausan terkemuka. Dan pada penutupan khotbahnya, Grynaeus mengajukan protes kepada Faber karena mempertahankan “kesalahan-kesalahan yang menjijikkan.” “Faber menyembunyikan kemarahannya, tetapi segera setelah ia pergi kepada raja, yang memberi perintah kepadanya melawan profesor yang mengganggu dari Heidelberg itu. Melanchthon tidak meragukan bahwa Allah telah menyelamatkan sahabatnya itu oleh mengutus salah seorang malaikat-Nya mengamarkannya.

“Tanpa bergerak Melanchthon menunggu di tepi Sungai Rhine, sampai air sungai itu menyelamatkan Grynaeus dari para penganiayanya. ‘Akhirnya,’ kata Melanchthon, pada waktu ia melihat Grynaeus di tepi sungai di seberang sana, ‘ia dirampas dari rahang jahat mereka yang haus darah orang yang tidak bersalah.’ Pada waktu ia kembali ke rumahnya, Melanchthon diberi tahu bahwa pejabat-pejabat yang mencari Gynaeus telah menggeledah rumahnya dari atas sampai kebawah.” — Idem, b. 13, ch. 6.

Pembaharuan harus lebih ditonjolkan kehadapan orang-orang berkuasa dunia. Para pangeran evangelikal telah ditolak untuk didengar oleh Raja Ferdinand, tetapi akan diberikan kesempatan kepada mereka untuk mengajukan masalah mereka di hadapan kaisar, dan dihadapan pemuka-pemuka gereja dan negara. Untuk menghentikan perpecahan yang telah mengganggu kekaisaran, kaisar Charles V, pada tahun berikut setelah Protes Spires, mengadakan rapat Mahkamah di Augsburg. Diumumkan bahwa ia sendiri akan memimpin rapat itu. Para pemimpin Protestant diundang kesana.

Bahaya besar mengancam Pembaharuan. Tetapi para pembelanya masih mempercayakan usaha mereka kepada Allah, dan mereka berjanji untuk tetap teguh kepada Injil. Elector dari Saxony telah didesak oleh para penasihatnya untuk tidak hadir di Mahkamah itu. Mereka berkata, bahwa kaisar menghendaki kehadiran para pangeran agar dapat menjerat mereka. “Bukankah sangat berbahaya untuk pergi dan hadir didalam tembok kota yang penuh dengan musuh yang berkuasa?” Tetapi yang lain mengatakan, “Biarlah para pangeran itu bersikap berani, dan kepentingan Allah diselamatkan.” “Allah itu setia, Ia tidak akan meninggalkan kita,” kata Luther. — Idem, b. 14, ch. 2. Elector bersama rombongan berangkat ke Augsburg. Semua orang mengetahui bahaya yang mengancamnya. Banyak yang maju dengan muka muran dan hati yang susah. Tetapi Luther, yang menyertai mereka sampai ke Coburg, mengangkat kembali iman mereka yang telah tenggelam oleh menyanyikan sebuah lagu yang digubahnya dalam perjalanan, “A strong tower is our God” (Ya Allah kota yang teguh). Kata-kata nyanyian itu telah menghilangkan perasaan was-was, dan meringankan hati yang berat.

Para pangeran penganut pembaharuan telah berketetapan membuat pernyataan pandangan mereka dengan bentuk yang sistematis, dengan bukti-bukti dari Alkitab, untuk disajikan dihadapan Mahkamah. Dan tugas untuk menyediakannya diserahkan kepada Luther, Melanchthon dan rekan-rekan mereka. Surat pengakuan ini diterima oleh orang-orang Protestan sebagai pernyataan iman, dan mereka berkumpul untuk membubuhkan nama mereka pada bagian dokumen penting itu. Saat itu adalah saat yang khidmat dan mendebarkan. Para Pembaharu ingin agar kepentingan mereka jangan dicampur-adukkan dengan masalah-masalah politik. Mereka merasa bahwa Pembaharuan tidak akan menerima pengaruh lain selain dari firman Allah. Ketika para pangeran Kristen itu maju untuk menandatangani Pengakuan itu, Melanchthon menyela pembicaraan sambil berkata, “Adalah tugas para ahli teologi dan para pendeta untuk mengusulkan hal-hal ini. Marilah kita cadangkan bagi masalah-masalah lain wewenang orang-orang berkuasa dunia.” “Allah melarang, ” jawab John dari Saxony, “bahwa engkau mengecualikan saya. Saya telah berketetapan untuk melakukan apa yang benar, tanpa memperdulikan mahkota saya. Saya ingin untuk mengakui Tuhan. Mahkota ke’electoral’an dan kedudukan saya tidak begitu penting bagi saya dibandingkan dengan salib Yesus Kristus.” Setelah ia mengatakan demikian, ia menuliskan namanya. Pangeran lain berkata sambil mengambil pena, “Jikalau kehormatan Tuhanku Yesus Kristus memerlukannya, saya bersedia . . . untuk meninggalkan harta kekayaan dan kehidupanku.” “Lebih baik saya meninggalkan rakyatku dan negaraku, lebih baik meninggalkan negeri nenek-moyangku,” lanjutnya, “daripada menerima ajaran atau doktrin lain selain daripada yang tercantum didalam pengakuan ini.” — Idem, b. 14, ch. 6. Begitulah kesetian dan keberanian umat-umat Allah itu.

Saat yang ditentukan untuk tampil di hadapan kaisarpun tiba. Kaisar Charles V, yang duduk di atas takhtanya, dikelilingi oleh para “elector” dan para pangeran, memberikan kesempatan berudiensi kapada para Pembaharu Protestan. Maka dibacakanlah pengakuan percaya mereka. Kebenaran Injil dengan jelas dikemukakan dihadapan perkumpulan yang mulia itu. Dan kesalahan-kesalahan gereja kepausan ditunjukkan. Hari itu diumumkan sebagai “hari terbesar Pembaharuan, dan salah satu hari paling mulia dalam sejarah Kekristenan dan umat manusia.” — Idem, b. 14, ch. 7.

Tetapi beberapa tahun telah berlalu sejak biarawan Wittenberg berdiri sendirian di Worms di hadapan konsili nasional. Sekarang penggantinya adalah para pangeran yang paling agung dan paling berkuasa di seluruh kekaisaran Luther telah dilarang hadir di Augsburg, tetapi ia sebenarnya hadir melalui kata-katanya dan doa-doanya. “Saya sangat bersukacita,” tulis Luther, “bahwa saya telah hidup sampai saat ini, dimana Kristus telah ditinggikan secara umum oleh para pengaku-Nya yang terkenal, dan di dalam majelis yang begitu mulia.” — idem, b.14, ch. 7. Demikianlah digenapi apa yang Alkitab katakan, “Aku hendak berbicara tentang peringatan-peringatan-Mu di hadapan raja-raja.” (Maz. 119:46).

Pada zaman Rasul Paulus, Injil, untuk mana ia telah dipenjarakan, telah diperkenalkan dihadapan para pangeran dan para bangsawan kota kekaisaran. Demikian juga pada kesempatan ini, bahwa apa yang dilarang kaisar dikhotbahkan dari mimbar, sekarang telah diumumkan di dalam istana. Apa yang dianggap banyak orang sebagai yang tidak pantas untuk didengar oleh budak sekalipun telah didengar dengan kagum oleh tuan-tuan dan penguasa-penguasa kekaisaran. Pendengarnya adalah raja-raja dan orang-orang besar, pengkhotbahnya adalah para putra mahkota, dan khotbahnya adalah kebenaran agung Allah. “Sejak zaman rasul-rasul.” kata seorang penulis, “belum pernah terjadi pekerjaan yang lebih besar atau pengakuan iman yang lebih agung dari itu.” — Idem, b. 14, ch. 7.

“Semua yang dikatakan oleh pengikut Luther adalah benar. Kita tidak bisa menyangkalnya,” seorang uskup kepausan mengatakan. “Dapatkah engkau membantah Pengakuan itu, yang disebutkan oleh ‘elector’ dengan sekutu-sekutunya, dengan alasan yang kuat?” tanya Dr. Eck. “Dengan tulisan para rasul dan para nabi — tidak!” demikian jawabnya; tetapi dengan tulisan para Pater dan konsili-konsili — ya!” “Saya mengerti,” kata penanya. “Para pengikut Luther, menurutmu, ada di dalam Alkitab, dan kita berada di luar.” — Idem, b. 14, ch. 8.

Beberapa orang pangeran Jerman telah dimenangkan kepada iman yang dibaharui itu. Kaisar sendiri menyatakan bahwa artikel-artikel atau tulisan-tulisan Protestan adalah kebenaran. Pengakuan itu diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, dan disebarkan ke seluruh Eropa, dan telah diterima oleh berjuta-juta orang selama generasi berikut sebagai pernyataan iman mereka.

atas awan CopyHamba-hamba Allah yang setia tidak bekerja sendiri. Sementara “para penguasa dan kuasa-kuasa serta roh-roh jahat di udara” bersekutu melawan mereka, Tuhan tidak melupakan umat-Nya. Sekiranya mata mereka dibuka, mereka akan melihat bukti-bukti kehadiran dan pertolongan ilahi sebagaimana yang telah diberikan kepada nabi zaman dahulu. Pada waktu hamba Elisha menunjukkan kepada tuannya bala tentera musuh yang mengelilingi mereka, dan tidak lagi mempunyai kesempatan untuk meloloskan diri, nabi itu berdoa kepada Allah, “Ya Tuhan. Bukalah kiranya matanya supaya ia melihat.” ( 2 Raja 6:17). Dan lihatlah, bukit-bukit penuh dengan kereta perang dan kuda-kuda api, balatentera Surga betugas untuk melindungi umat Allah. Demikianlah malaikat-malaikat mengawal pekerja-pekerja Pembaharuan.

Salah satu prinsip yang paling kuat dipertahankan oleh Luther adalah agar jangan menggunakan kuasa duniawi untuk mendukung Pembaharuan, dan tidak boleh meminta senjata untuk mempertahankannya. Ia bersukacita sebab Injil itu telah diakui oleh para pangeran kekaisaran. Tetapi pada waktu mereka mengusulkan untuk bersatu dalam sebuah persekutuan pertahanan, ia mengatakan bahwa “doktrin Injil itu harus dipertahankan oleh Allah sendiri . . . . Semakin sedikit campur tangan manusia pada pekerjaan itu, semakin besar campur tangan Allah untuk mempertahankannya. Semua pencegahan politik yang diusulkan di sini, dalam pandangannya, adalah disebabkan oleh ketakutan yang tidak sepantasnya dan ketidak-percayaan yang penuh dosa.” — D’Aubigne, b. 10, ch. 14 (ed. London).

Ketika musuh-musuh yang kuat bersatu untuk meruntuhkan iman yang diperbaharui itu, dan ribuan pedang akan dihunus untuk menumpas mereka, Luther menulis, “Setan sedang mengamuk; uskup yang tidak beriman sedang bersekongkol, dan kita diancam untuk berperang. Ajaklah orang-orang berjuang dengan berani di hadapan takhta Tuhan oleh iman dan permintaan doa, agar musuh-musuh kita, dikalahkan oleh Roh Allah dan perdamaian boleh didapat. Kebutuhan utama kita, usaha utama kita ialah berdoa. Biarlah semua orang tahu bahwa mereka sekarang sedang berada di ujung pedang kemarahan Setan, dan biarlah mereka berdoa.” — D’Aubigne, b. 10, ch.14.

Sekali lagi, pada hari kemudian, sehubungan dengan persekutuan yang dimaksudkan oleh para pangeran pembaharuan, Luther menyatakan bahwa senjata satu-satunya yang digunakan dalam peperangan ini adalah “pedang Roh.” Ia menulis kepada penguasa (elector) dari Saxony, “Kita tidak bisa dengan hati nurani kita menyetujui persekutuan yang disarankan. Lebih baik kita mati sepuluh kali daripada melihat Injil kita menyebabkan setetes darah tertumpah. Bagian kita hanyalah seperti domba di pembantaian. Salib Kristus harus dipikul. Biarlah yang mulia tidak takut. Kita akan berbuat lebih banyak oleh doa-doa kita daripada semua musuh-musuh kita dengan kesombongannya. Hanya janganlah membiarkan tanganmu dikotori oleh darah saudara-saudaramu. Jikalau kaisar mengharuskan kita diserahkan ke pengadilannya, kita siap tampil. Anda tidak bisa mempertahankan iman kita: masing-masing harus percaya pada risiko dan bahaya sendiri.” — Idem, b. 14, ch. 1

Dari tempat berdoa tersembunyi datanglah kuasa yang menggoncangkan dunia dengan Pembaharuan Agung itu. Di sana dengan ketenangan yang kudus, hamba-hamba Allah menjejakkan kakinya di atas batu janji-janji-Nya. Selama pergumulan di Augsburg, Luther “tidak melewatkan satu hari tanpa menggunakan tiga jam waktu terbaiknya untuk berdoa.” Di dalam kamar pribadinya terdengar ia mencurahkan isi jiwanya di hadapan Allah dalam kata-kata yang “penuh pujian, ketakutan dan pengharapan, bagaikan seorang berbicara kepada sahabatnya.” “Saya tahu bahwa Engkaulah Bapa dan Allah kami,” katanya, “dan Engkau akan mencerai-beraikan penganiaya anak-anak-Mu, karena Engkau sendiri terancam bersama kami. Semua masalah ini adalah milik-Mu, dan hanya oleh doronganmu kami turut serta. Oleh sebab itu, lindungilah kami, ya Bapa!” — D’Aubigne, b. 14, ch. 6.

Kepada Melanchthon yang telah dilanda beban kecemasan dan ketakutan, ia menulis, “Kasih karunia dan damai sejahtera di dalam Kristus, — saya katakan di dalam Kristus dan bukan di dalam dunia. Amen. Saya sangat membenci segala kesusahan yang menimpa engkau. Jikalau pekerjaan ini tidak benar, tinggalkanlah dia; tetapi jikalau pekerjaan ini benar, mengapa kita harus mengingkari janji-janji-Nya yang memerintahkan kita untuk tidur tanpa takut? . . . . Kristus tidak kekurangan pekerjaan keadilan dan kebenaran. Ia hidup; Ia memerintah, mengapa kita harus takut?” — Idem, b. 14, ch. 6.

Allah mendengarkan seruan hamba-hamba-Nya. Ia memberikan kepada para pangeran dan para pendeta kasih karunia dan keberanian untuk mempertahankan kebenaran melawan penguasa kegelapan dunia ini. Kata Tuhan, “Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya tidak akan dipermalukan.” (1 Peterus 2:6).

 

-KA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *