KEMAJUAN PEMBAHARUAN DI JERMAN (2)

thomaz mnzr Copy

[AkhirZaman.org] Thomas Munzer, seorang fanatik yang paling giat, adalah seorang yang berkemampuan, yang jikalau diarahkan dengan benar, akan mampu melakukan hal-hal yang baik. Tetapi belum mempelajari prinsip-prinsip utama agama yang benar. “Ia telah dikuasai oleh suatu keinginan untuk membaraui dunia ini, tetapi lupa, sebagaimana pengikut-pengikut yang lain juga lupa, bahwa pembaharuan itu mulai dari dirinya sendiri.” — Idem, b. 10, ch. 10. Ia berambisi untuk mendapatkan kedudukan dan pengaruh, dan tidak mau menjadi orang kedua, biar kepada Luther sekalipun. Ia menyatakan bahwa para Pembaharu, dalam menggantikan wewenang paus kepada wewenang Alkitab, hanya untuk mendirikan kepausan bentuk lain. Ia sendiri, menurutnya, telah diutus ilahi untuk memperkenalkan pembaharuan yang benar. “Ia yang memiliki Roh ini,” kata Munzer, “memiliki iman yang benar, walaupun ia tidak pernah melihat Alkitab itu dalam hidupnya.” — Idem, b. 10, ch. 10.

Guru-guru kefanatikan memberikan dirinya dikuasai oleh pemikiran, menganggap setiap pemikiran dan dorongan hati sebagai suara Allah. Akibatnya mereka bertindak keterlaluan. Sebagian bahkan membakar Alkitabnya, dan berseru, “Surat itu membunuh, tetapi roh itu memberi kehidupan.” Pengajaran Munzer menghimbau keinginan manusia kepada hal-hal yang mengagumkan, sementara itu menghargai kebanggaan mereka oleh menempatkan ide-ide dan pikiran manusia diatas firman Allah. Doktrin-doktrinnya telah diterima oleh beribu-ribu orang. Ia segera mencela semua aturan perbaktian umum, dan menyatakan bahwa menuruti para pangeran adalah mencoba berusaha untuk melayani Allah dan Belial.

Pikiran orang-orang, sudah mulai membuangkan beban (kuk) kepausan, dan juga menjadi tidak sabar dibawah pembatasan-pembatasan kekuasaan peraturan pemerintah. Pengajaran revolusioner Munzer, yang menyatakan sanksi ilahi, menuntun mereka melepaskan diri dari semua pengendalian, dan membiarkan dirinya diperintah oleh prasangka dan nafsu mereka sendiri. Tindakan penghasutan dan percekcokan yang paling mengerikan menyusul, dan bumi Jermanpun bermandikan darah.

Penderitaan jiwa yang sudah lama ditanggung Luther sebelum pengalaman di Erfurt, sekarang menekannya dengan kekuatan dua kali lipat pada waktu ia melihat akibat dari kefanatikan yang dituduhkan kepada Pembaharuan. Para pangeran pengikut kepausan menyatakan — dan banyak orang yang setuju dengan pernyataan itu — bahwa pemberontakan itu adalah akibat logis dari doktrin-doktrin Luther. Meskipun tuduhan ini tidak berdasar sama sekali, tidak boleh tidak menyebabkan Pembaharu mengalami kesusahan besar. Dengan demikian pekerjaan kebenaran dipermalukan dengan mensejajarkannya dengan fanatisisme yang paling mendasar, yang tampaknya melebihi dari pada yang dapat ditanggungnya. Sebaliknya, pemimpin-pemimpin dalam pemberontakan itu membenci Luther, oleh karena bukan saja ia menentang doktrin-doktrin mereka dan menyangkal pernyataan mereka mengenai ilham ilahi, tetapi juga ia telah menyatakan mereka sebagai pemberontak menentang kekuasaan pemerintah. Sebagai balasannya mereka mencelanya sebagai orang yang berpura-pura, yang tidak bermoral. Tampaknya banyak permusuhan yang ditujukan kepadanya, baik dari para pangeran maupun dari orang-orang.

Para pengikut Romanisme bergembira, berharap menyaksikan kejatuhan segera Pembaharuan. Dan mereka mempersalahkan Luther, bahkan untuk kesalahan-kesalahan yang ia sendiri sudah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperbaikinya. Golongan fanatik, yang dengan salah menyatakan telah diperlakukan dengan tidak adil, berhasil memperoleh simpati dari segolongan besar orang. Dan, sebagaimana sering terjadi dengan orang-orang yang memilih pihak yang salah, mereka mau dianggap sebagai para syuhada. Dengan demikian, mereka yang telah mengerahkan segenap tenaga untuk menentang Pembaharuan telah dikasihani dan disanjung sebagai korban-korban kekejaman dan penindasan. Ini adalah pekerjaan Setan, yang didorong oleh roh pemberontakan yang sama, yang pertama-tama ditunjukkan di Surga.

Setan terus menerus berusaha menipu manusia, dan menuntun mereka untuk mengatakan dosa itu kebenaran, dan kebenaran itu dosa. Betapa pekerjaannya ini sudah berhasil! Betapa sering celaan dan teguran ditujukan kepada hamba-hamba Allah yang setia oleh karena mereka mau berdiri tanpa gentar mempertahankan kebenaran! Orang-orang yang sebenarnya adalah agen-agen Setan dipuji-puji dan disanjung, dan bahkan dipandang sebagai syuhada, sementara mereka yang seharusnya dihargai dan dipertahankan oleh karena kesetiaannya kepada Allah, dibiarkan sendirian, dicurigai dan tidak dipercayai.

Kesucian palsu, penyucian palsu, masih melakukan pekerjaan penipuannya. Dalam berbagai bentuk ditunjukkan roh yang sama seperti pada zaman Luther, mengalihkan pikiran orang-orang dari Alkitab, dan menuntun manusia menuruti perasaan dan pikirannya sendiri lebih dari pada menuruti hukum Allah. Inilah salah satu alat Setan yang paling ampuh untuk mencela kemurnian dan kebenaran.

Tanpa gentar, Luther mempertahankan Injil dari serangan-serangan yang datang dari segala sudut. Firman Allah membuktikan dirinya sebagai senjata ampuh dalam setiap pertikaian. Dengan Firman itu ia berperang melawan kuasa kepausan, dan filsafat rasionalistik para orang-orang terpelajar, sementara ia sendiri teguh bagaikan batu karang melawan kefanatikan yang berusaha mau bersekutu dengan Pembaharuan.

Setiap unsur penentang ini berusaha mengesampingkan Alkitab, dan meninggikan kebijaksanaan manusia sebagai sumber kebenaran keagamaan dan pengetahuan. Rasionalisme mendewa-dewakan akal sehat, dan membuat ini sebagai ukuran atau kriteria bagi agama. Romanisme, yang mengatakan kekuasaan tertinggi kepausan suatu ilham yang diturunkan dari para rasul, dan tidak bisa diubah sepanjang masa, memberikan kesempatan yang cukup bagi segala jenis pemborosan dan korupsi serta kebejatan yang bersembunyi di balik kesalehan perintah rasul. Inspirasi atau ilham yang dikatakan oleh Munzer dan kawan-kawannya, bermula dari sumber yang tidak lebih tinggi dari tingkah laku aneh imaginasi, dan pengaruhnya merong-rong semua kekuasaan manusia atau ilahi. Kekristenan yang benar menerima firman Allah sebagai rumah perbendaharaan kebenaran yang diilhamkan, dan sebagai penguji segala jenis ilham.

Sekembalinya dari Wartburg, Luther menyelesaikan terjemahan Perjanjian Baru, dan Injil itu tidak lama kemudian diberikan kepada rakyat Jerman dalam bahasa mereka sendiri. Terjemahan ini disambut dengan sukacita besar oleh mereka yang cinta kebenaran, tetapi ditolak dengan penghinaan oleh mereka yang memilih tradisi dan peraturan manusia.

Para imam merasa khawatir oleh karena mereka berpikir bahwa rakyat jelata sekarang sanggup mendiskusikan ajaran firman Allah dengan mereka, dan dengan demikian kebodohan mereka akan terungkap. Senjata pertimbangan jasmani mereka tidak berkuasa melawan pedang Roh itu. Roma memanggil seluruh penguasanya untuk mencegah pengedaran Alkitab itu. Tetapi dekrit, kutukan, dan penyiksaan tampaknya seperti tidak ada gunanya. Semakin Alkitab itu dicela dan dilarang, semakin besar keinginan orang untuk mengetahui apa sebenarnya yang diajarkannya. Semua yang sudah bisa membaca ingin mempelajari firman Allah bagi mereka sendiri. Mereka membawanya kemana saja, dan membacanya berulang-ulang, dan tidak merasa puas sebelum dapat menghafalkan sebagian besar isinya. Setelah melihat penerimaan yang baik terhadap Perjanjian Baru, Luther segera memulai menerjemahkan Perjanjian Lama, dan menerbitkannya sebagian-sebagian segera setelah selesai diterjemahkan.

Tulisan-tulisan Luther mendapat sambutan baik, baik dikota-kota maupun didesa-desa. “Apa yang ditulis oleh Luther dan sahabat-sahabatnya, diedarkan oleh orang-orang lain. Para biarawan, yang menyadari ketidak-sahan kewajiban dan syarat-syarat biara, ingin mengubah kebiasaan hidup bermalas-malas dengan kehidupan yang giat dan aktif, tetapi terlalu bodoh untuk menyiarkan firman Allah. Mereka ini pergi menjelajahi seluruh propinsi, mengunjungi desa-desa dan gubuk-gubuk, menjual buku-buku tulisan Luther dan teman-temannya. Tidak lama kemudian Jerman dibanjiri oleh kolportir-kolportir yang tangguh ini.” — Idem, b. 9, ch. 11.

Tulisan-tulisan itu dipelajari dengan perhatian yang mendalam, baik oleh orang-orang miskin maupun orang-orang kaya, orang terpelajar maupun tidak. Pada malam hari, guru-guru sekolah-sekolah desa membacakan firman itu kuat-kuat kepada kelompok-kelompok yang berkumpul dekat perapian. Sebagai hasil berbagai usaha, beberapa jiwa-jiwa sangat yakin akan kebenaran itu, dan menerima firman itu dengan gembira, yang pada gilirannya akan menceriterakan kabar baik ini kepada orang lain.

kitab CopyFirman yang diilhamkan itu diverifikasi: “Masuknya firman-Mu memberikan terang, memberikan pengertian kepada orang yang sederhana.” (Mazmur 119:130). Pelajaran Alkitab telah menyebabkan perubahan besar dalam pikiran dan hati orang-orang. Peraturan-peraturan kepausan telah meletakkan pada pundak pengikutnya suatu kuk besi yang membuat mereka tetap dalam kebodohan dan degradasi atau penurunan martabat. Pemeliharaan ketakhyulan dipertahankan dengan cermat, tetapi dalam semua upacara mereka, hati dan intelek tidak mempunyai peranan yang berarti. Khotbah-khotbah Luther, yang mengetengahkan kebenaran firman Allah yang sederhana, dan kemudian firman itu sendiri, yang diberikan ketangan orang-orang biasa, telah membangkitkan semangat orang-orang yang selama ini teridur, bukan saja memurnikan dan memuliakan kerohanian, tetapi juga memberikan kekuatan dan tenaga baru kepada intelek seseorang.

Orang-orang dari segala lapisan masyarakat tampak membawa Alkitab ditangan mereka, mempertahankan doktrin-doktrin Pembaharuan. Para pengikut kepausan yang menyerahkan mempelajari Alkitab itu kepada para imam dan para biarawan, sekarang ditantang tampil untuk membuktikan kesalahan ajaran-ajaran baru itu. Akan tetapi, karena sama sekali tidak tahu mengenai Alkitab dan kuasa Allah, imam-imam dan biarawan-biarawan itu dikalahkan total oleh orang-orang yang mereka katakan tidak terpelajar dan bida’ah. “Sayangnya,” kata seorang penulis Katolik, “Luther membujuk para pengikutnya untuk tidak percaya kepada firman lain selain Alkitab.” — D’Aubigne, b. 9, ch. 11. Orang-orang akan berkumpul untuk mendengarkan kebenaran yang dibela oleh orang-orang yang kurang pendidikan, dan bahkan mendiskusikannya dengan para ahli teologi yang terpelajar dan trampil. Ketidak-tahuan yang memalukan orang-orang besar ini telah menjadi nyata ketika argumentasi mereka dihadapi dengan ajaran-ajaran sederhana firman Allah. Para pekerja, tentera, kaum wanita, dan bahkan anak-anak mengenal lebih baik pengajaran-pengajaran Alkitab daripada para imam dan doktor-doktor terpelajar.

Perbedaan antara murid-murid Injil dengan pendukung ketakhyulan kepausan lebih kurang seperti yang nyata antara orang biasa dibandingkan dengan kelompok kaum cendekiawan. “Bertentangan dengan pimpinan lama hirarki, yang telah melalaikan mempelajari bahasa dan pembinaan kesusasteraan, . . . pemuda-pemuda yang berpikiran dermawan, mempelajari dan menyelidiki Alkitab, dan membiasakan diri dengan karya-karya seni zaman purba. Orang-orang muda ini yang memiliki pikiran yang giat, jiwa yang ditinggikan dan hati yang berani, segera memperoleh pengetahuan seperti itu, yang untuk jangka waktu yang lama tak seorangpun dapat menandingi mereka . . . . Oleh sebab itu, bilamana pemuda-pemuda pembela Pembaharuan ini bertemu dengan para doktor pengikut Roma di suatu perkumpulan, mereka menyerang dengan begitu mudah dan yakin bahwa orang-orang bodoh ini menjadi malu dan merasa terhina karena dipermalukan didepan mata semua orang.” — Idem, b. 9, ch. 11.

Ketika para pastor Roma melihat jemaat mereka semakin berkurang, mereka meminta pertolongan para hakim. Dan dengan berbagai cara yang dalam wewenang mereka, mereka berusaha untuk mengembalikan para pendengar mereka. Tetapi orang-orang telah menemukan pada ajaran-ajaran baru itu apa yang memenuhi kebutuhan jiwa mereka, dan meninggalkan mereka yang telah memberi makan kepada mereka sekam yang tak berguna upacara-upacara ketakhyulan dan tradisi manusia yang tidak berguna.

Ketika penganiayaan dilancarkan terhadap para guru-guru kebenaran itu, mereka menaruh perhatian kepada sabda Kristus, “Apabila mereka menganiaya kamu di kota yang satu, larilah kamu ke kota lain,” (Matius 10:23). Terang itu menembus kemana-mana. Para pelarian itu akan menemukan di suatu tempat pintu terbuka untuk menerima mereka, dan sementara tinggal di sana mereka mengkhotbahkan Kristus, kadang-kadang di dalam gereja, atau kalau tidak diberi kesempatan, di rumah-rumah pribadi atau alam terbuka. Dimana saja mereka bisa mendapat pendengar, itulah yang menjadi kaabah yang dikuduskan. Kebenaran itu, yang disiarkan dengan kekuatan dan kepastian, tersiar dengan kuasa yang tidak terbendung.

Baik para penguasa maupun pemerintah percuma berusaha menghancurkan bidat itu. Percuma mereka berusaha memenjarakan, menyiksa, membakar dan membunuh mereka dengan pedang. Ribuan orang percaya memeteraikan iman mereka dengan darahnya, namun pekerjaan itu terus berlanjut. Penganiayaan hanya akan melebarkan dan meluaskan pengabaran kebenaran saja; dan kefanatikan yang diusahakan Setan untuk menyatukannya dengan kebenaran, hanya mengakibatkan perbedaan yang lebih nyata dan jelas antara pekerjaan Setan dan pekerjaan Allah.

 

-KA

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *