Pencipta Berkata Ingatlah: Yang Tersembunyi Dalam Sejarah (3)

vtkn-ps-780x390 Copy

[AkhirZaman.org] Dalam pelajaran nubuatan sebelumnya kita telah mempelajari bahwa kuasa kemurtadan yang dilambangkan oleh tanduk kecil dalam Daniel 7 adalah suatu kuasa yang dipimpin oleh manusia. Ini adalah suatu kekuatan yang menunjukkan kesalehan yang penuh kepura-puraan. Ketika Paulus mengatakan tentang “manusia durhaka (atau dosa),” yaitu “orang yang dinyatakan untuk binasa” (2 Tes. 2:3), ini memiliki gambaran yang sama seperti yang ditunjukkan oleh Yudas Iskariot.

Seperti halnya Yudas yang menunjukkan kesalehan dan kepura-puraan kasih sayang yang luar biasa di hadapan Yesus, namun sesungguhnya secara diam-diam ia sedang berusaha mengkhianati Tuhan dan Juruselamatnya. Demikian juga dengan para pemimpin yang terlibat di dalam system yang dijalankan oleh kuasa tanduk kecil ini seolah-olah menunjukkan dirinya sebagai seorang yang setia luar biasa namun sesungguhnya sedang mengkhianati inti Injil Kerajaan Allah.

Dengan latar belakang artikel sebelumnya maka baiklah kita kembali ke kitab Daniel. Dalam Daniel 8, tokoh yang sama dengan tanduk kecil yang “ menjadi sangat besar “ telah diperlihatkan kepada Daniel. Daniel menulis bahwa “kebenaran dihempaskan ke bumi” (Dan 8:12) oleh kuasa ini.

Apakah gambarannya sudah makin jelas? Pertentangan besar sepanjang zaman bukanlah pertentangan antara yang beragama dengan yang tidak beragama. Tetapi antara kebenaran dan kesalahan. Serangan dari luar akan memurnikan dan meneguhkan jemaat. Musuh itu, yaitu” orang-orang yang dinyatakan untuk binasa,” akan bekerja dari dalam untuk meruntuhkan kebenaran dan akan menggunakan gereja Allah yang sama untuk menyebarluaskan kepalsuan itu.

Daniel menulis: “Ia akan mengucapkan perkataan yang menentang Yang Mahatinggi, dan akan menganiaya orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi; ia akan berusaha untuk mengubah waktu dan hukum, dan mereka akan diserahkan ke dalam tangannya selama satu masa dan dua masa dan setengah masa.” (Dan 7:25) Jadi, kemurtadan dalam gereja Kristen itu, dalam cara-cara tertentu, akan merendahkan wewenang kuasa Allah.

Sebagaimana yang telah kita lihat pada artikel sebelumnya, bahwa otoritas Allah didasarkan atas kedudukan-Nya sebagai Pencipta dan Pemelihara alam semesta, termasuk dunia kita ini. Kita ingat kembali apa yang dituliskan oleh Yohanes penerima wahyu:

“Takutlah akan Allah dan muliakanlah Dia karena telah tiba saat penghakiman-Nya, dan sembahlah Dia yang menjadikan langit dan bumi dan laut dan mata air.” (Wahyu14:7).

Hak Allah untuk disembah dan wewenang hukum-Nya didasarkan pada fakta bahwa Dialah yang menjadikan dunia ini. Dia jugalah yang menciptakan kita. Akan tetapi Daniel menulis bahwa kuasa tanduk kecil ini akan muncul dengan penuh keberanian merampas otoritas Allah dan “berusaha untuk mengubah waktu dan hukum.”Hukum yang dimaksudkan di sini bukan hukum seperti hukum manusia. Hukum manusia berubah secara otomatis bilamana kerajaan yang satu mengalahkan yang lain. Itulah sebabnya nubuatan itu tentu berhubungan dengan hukum yang kekal milik Allah Yang Mahatinggi. Untuk mengubah ini, berarti, menentang Yang Mahatinggi.

Sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya, bahwa mengubah hukum sangat bertentangan dengan pernyataan Yesus. Ia berkata: “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” (Matius 5:17-18).

Hukum Allah akan berdiri teguh selama langit dan bumi ini ada. Meremehkan hukum ini, berarti mengurangi wewenang kuasa-Nya, atau apabila mengubah perintah-Nya itu merupakan sesuatu yang tidak bisa diterima. Namun Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa kuasa tanduk kecil itu akan berusaha untuk mengubahnya. Dan memang sesungguhnya telah dilakukan.

Sudah tentu, tidak semua orang yang di dalam gereja itu menerima kemurtadan itu. Mereka yang menolak akan dianiaya. “Ia akan menganiaya orang-orang kudus,“ tulis nabi itu (Daniel 7:25). Hal ini tentunya berhubungan erat dengan penganiayaan karena agama dan sejarah menyatakan kebenaran peristiwa itu.

Perhatikanlah kelanjutan ayat 25 itu: “Ia akan berusaha untuk mengubah waktu dan hukum” (Dan 7:25). Kata mengubah waktu adalah sesuatu yang menarik perhatian dan penting. Secara pengertian sepintas, tentu akan timbul dalam pikiran kita bahwa ada satu pernyataan tentang waktu di dalam hukum Allah, yaitu hari Sabat dalam minggu (pekan). Sebagaimana yang sudah kita jelaskan, bahwa hari Sabat itu adalah Hari Allah yang kudus, yang merupakan tanda peringatan yang kekal akan penciptaan-Nya. Allah berhenti pada hari Sabat, dan Ia memberkatinya. Hari itu telah ditetapkan di Taman Eden dan akan dipelihara di Eden yang akan datang. Yesaya 66:23 menyatakan, “Bulan berganti bulan, dan Sabat berganti Sabat, maka seluruh umat manusia akan datang untuk sujud menyembah di hadapan-Ku firman Tuhan.”

Pertanyaannya adalah hukum manakah yang hendak diubah kuasa tanduk kecil itu? Apakah hari Sabat, sebagaimana yang ditetapkan di dalam hukum Allah itu, pernah berubah? Jikalau pernah bagaimana? Kapan?

Dalam pelajaran-pelajaran terdahulu kita sudah mempelajari bagaimana hari Sabat diingat dan dipelihara oleh orang Kristen mula-mula sebagai hari perhentian dan peribadatan mereka setiap pekan. Yohanes pernah mendapat penglihatan pada “Hari Tuhan” (Wahyu 1:10). Jemaat itu tetap melanjutkan peribadatan mereka pada hari Sabat sampai akhir abad pertama. Akan tetapi pada awal abad kedua ada beberapa orang Kristen yang dengan sukarela mulai merayakan hari penyaliban Kristus. Mereka memusatkan perayaannya pada hari penyaliban Kristus yang merupakan hari raya Paskah orang Yahudi. Akan tetapi karena adanya pemberontakan yang terus menerus dari pihak orang Yahudi terhadap orang Roma, maka orang Yahudi itu lama kelamaan makin tidak popular dan orang Kristen mulai menderita karena agamanya berasal dari sekte Yahudi. Perayaan Paskah sebagai peringatan penyaliban Kristus itu dilihat oleh sebagian orang merupakan sama lanjutan Kekristenan dari agama Yahudi. Sehingga beberapa dari antara orang Kristen mengambil keputusan untuk membuat perubahan.

pspsvtkn CopySixtus, bishop atau “bapa” gereja Kristen di Roma memulai proses yang menuntun peralihan hari perbaktian dari hari Sabat (Sabtu) menjadi hari Minggu. Ia meyakinkan orang Kristen untuk merayakan Kebangkitan Kristus pada hari Minggu gantinya perayaan Penyaliban Kristus. Pada mulanya perayaan itu bukanlah mingguan, melainkan acara tahunan. Dengan mengubah perayaan ini ke hari Minggu dan menerapkannya kepada kebangkitan Yesus, orang-orang Kristen di Roma telah berhasil untuk membedakan diri dari orang Yahudi.

Dan memang perayaan hari kebangkitan Kristus ini bertepatan dengan pesta orang Romawi untuk menghormati matahari. Mereka yang tadinya menyembah matahari merasa cocok karena merela merayakan hari kebangkitan Yesus bertepatan pada hari pemujaan dewa matahari. Itulah sebabnya Sixtus, yang mendorong orang Kristen untuk merayakan hari kebangkitan Kristus pada hari pertama dalam pekan itu, sebenarnya sudah menempatkan mereka dalam pernghormatan kepada dewa matahari.

Peristiwa penting berikut dalam drama ini terjadi pada tahun 200 M ketika paus Victor berusaha untuk memaksakan perayaan kebangkitan Kristus pada hari Minggu yang dirayakan sekali setahun. Ia memerintahkan agar semua bishop mengucilkan mereka yang tidak mau mengikuti perayaan hari kebangkitan Kristus itu. Perintah pemaksaan perayaan hari Minggu ini telah digunakan oleh bishop Roma sebagai alat dalam usahanya untuk mengontrol gereja.

Socrates orang Roma, ahli sejarah gereja, menulis sesudah peristiwa itu: “Walaupun hampir semua gereja di seluruh dunia merayakan rahasia yang kudus pada hari Sabat setiap pekan, namun orang-orang Kristen di Alexandria dan di Roma, demi kepentingan tradisi kuno telah berhenti melakukan itu.” Tradisi kuno yang dimaksudkan adalah tindakan Sixtus dan Victor yang sudah membuat penghormatan terhadap hari Minggu.

Undang-undang yang pertama kali memerintahkan beristirahat pada hari Minggu adalah perintah Kaisar Konstantin pada bulan Maret tahun 321 M. Perintahnya berbunyi, “Pada hari penghormatan terhadap Matahari biarlah setiap pejabat dan orang banyak yang tinggal di kota berhenti, dan biarlah setiap toko ditutup. Namun demikian mereka yang di desa-desa, yaitu orang-orang yang berkecimpung dalam bidang pertanian boleh dengan bebas dan berhak melanjutkan pekerjaannya.” SDA Source Book, hal. 999.

Ahli sejarah gereja, Philip Schaff, membuat pernyataan penting berikut ini: “Undang-undang hari Minggu yang dikeluarkan Konstantin tidak boleh dinilai terlalu tinggi… Tidak ada hubungan undang-undang itu dengan hukum yang keempat (pengudusan hari Sabat) atau dengan kebangkitan Yesus. Malahan ia menyatakan dengan jelas untuk mengecualikan orang-orang yang tinggal di pedesaan…. Orang-orang Kristen dan para penyembah berhala sudah biasa dengan perayaan perhentian seperti ini; Konstantin membuat perhentian ini hanya untuk menyelaraskan, dan memberikan perhatian yang lebih utama kepada hari Minggu.” SDA Source Book, hal. 999, 1000.

Lambat tapi pasti pergerakan yang mengarah kepada kemurtadan, sebagaiman yang dinubuatkan oleh Paulus dan Daniel, terjadi tepat pada waktunya. Pada tahun 386 M, Theodorus I melarang proses pengadilan pada hari Minggu dan memulai sesuatu praktik lain yang masih tersebar luas di dunia barat: “Tak seorang pun akan menuntut pembayaran baik berbentuk uang pemerintah atau swasta (pada hari Minggu).”

Theodorus II pada tahun 425 M mengalihkan perhatiannya kepada aktifitas olahraga rakyatnya dan melarang semua acara rekreasi, baik dalam bentuk sirkus dan bishop pada hari Minggu. Majelis umum ketiga Sinode di Orleans, pada tahun 538 M melarang semua pekerjaan di daerah pedesaan pada hari Minggu. Dengan demikian, langkah demi langkah penghormatan terhadap hari matahari diterapkan ke dalam gereja Kristen dan membuatnya sebagai hari perhentian untuk orang-orang Kristen. Memang benarlah bahwa waktu telah diubah seperti yang Daniel 7:25 nubuatkan!

Lalu apakah yang dikatakan gereja Roma Katolik tentang peranannya dalam mengubah hari Sabat hari ketujuh (Sabtu) itu? Apakah mereka setuju atau tidak? Bagaimanakah kedudukannya? Kita akan lihat dalam artikel nubuatan selanjutnya.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *