Pandangan Tinggi dan Rendah tentang Dosa

brown-leaf-1340361-m Copy

[AkhirZaman.org] Salah satu pendapat yang paling keras menentang kesempurnaan berasal dari orang-orang yang mendukung pandangan “tinggi” tentang dosa. Pandangan ini melihat dosa sebagai setiap penjauhan dari kehendak Tuhan yang Mahatahu dan oleh karenanya kesempurnaan adalah penurutan akan kehendak Yang Mahatahu. Ini dekat dengan memaksakan kesimpulan dan bahwa tidak ada makhluk ciptaan adalah sempurna, ataupun dapat menjadi sempurna, termasuk para malaikat dan orang-orang kudus yang telah ditebus.

Pandangan tinggi tentang dosa ini menyatakan bahwa setiap kelemahan, keterbatasan, atau ketidakmampuan adalah dosa. Maka sifat pelupa, salah perkataan, atau tindakan yang tidak sempurna dianggap sebagai dosa. Ayat-ayat seperti: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23), telah digunakan untuk mendukung konsep ini. Akan tetapi jikalau kita memeriksa ayat ini dengan cara demikian, maka terdapat pemisahan antara kata “berbuat dosa” dan “kehilangan kemuliaan Allah.” Sesungguhnya, ayat ini akan lebih baik dipahami sebagai “Karena semua orang telah berbuat dosa dan oleh karenanya telah kehilangan kemuliaan Allah.” Sebaliknya, apa yang disebut dengan definisi “rendah” tentang dosa, memberi pemahaman yang cukup tentang kemungkinan kehidupan Kristen yang penuh kemenangan. Ada tiga unsur yang menarik di dalam Alkitab yang mendukung definisi yang “rendah” tentang dosa: (a) definisi Alkitab tentang dosa; (b) Pengetahuan; dan (c) Kuasa.

a. Definisi Alkitab tentang dosa adalah eksplisit.

Hamba Tuhan menyatakan bahwa ini adalah satu-satunya definisi.
Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah” (1 Yohanes 3:4).
Dosa melibatkan pelanggaran akan hukum Tuhan. Dosa tidak melibatkan keterbatasan-keterbatasan manusia.

b. Tanpa Pengetahuan Alkitab 

Tidak mendefinisikan pelanggaran akan hukum Tuhan sebagai dosa yang harus dipertanggungjawabkan sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat-ayat Alkitab berikut ini. Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa (Yakobus 4:17).

Jawab Yesus kepada mereka: “Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu.” (Yohanes 9:41).

“Sekiranya Aku tidak datang dan tidak berkata-kata kepada mereka, mereka tentu tidak berdosa. Tetapi sekarang mereka tidak mempunyai dalih bagi dosa mereka!” (Yohanes 15:22).

“Dengan tidak memandang lagi zaman kebodohan, maka sekarang Allah memberitakan kepada manusia, bahwa di mana-mana semua mereka harus bertobat” ( Kisah 17:30).

Kata malaikat itu: “Jikalau terang itu datang, dan terang itu dikesampingkan atau ditolak, maka datanglah kutukan dan murka Allah; namun sebelum terang itu datang, tidak ada dosa, karena tidak ada terang bagi mereka untuk ditolak” (Testimonies jld.1 hlm. 116).

Dari antara orang-orang yang tidak mengenal Tuhan itu adalah orang-orang yang menyembah Allah dalam ketidaktahuan mereka, orang-orang yang kepada mereka terang tidak pernah disampaikan oleh alat-alat manusia, namun mereka tidak akan binasa. Meskipun tidak mengetahui hukum-hukum Tuhan yang tertulis, mereka telah mendengar suara-Nya berbicara kepada mereka di dalam alam dan telah melakukan perkara-perkara yang dituntut oleh hukum tersebut (Desire of Ages, hlm. 638). Kadangkala pelanggaran-pelanggaran yang tidak diketahui disebutkan di dalam Alkitab sebagai bukan dosa, namun di bagian lain disebutkan sebagai dosa ketidaktahuan. Konsep “rendah” tentang dosa inilah yang memungkinkan hamba Allah berkata: Tidak ada alasan untuk berbuat dosa (Desire of Ages, hlm. 311). Pernyataan seperti ini tidak dapat dipahami jikalau kita menerima pandangan “tinggi” tentang dosa.

c. Kuasa.

Hamba Tuhan berkata: “Tidak ada seorang manusiapun yang dapat dipaksa untuk melakukan pelanggaran. Persetujuannya sendiri harus diperoleh; jiwa harus menginginkan untuk melakukan dosa, sebelum nafsu mendominasi nalar atau kejahatan menang atas hati nurani. Pencobaan, betapapun kuatnya, tidak pernah menjadi alasan untuk berbuat dosa” (5 Testimonies, hlm. 177). Karena pengetahuan dan kuasa adalah standar-standar bagi dosa yang harus dipertanggungjawabkan, maka konsep-konsep tentang pandangan tinggi tentang dosa dan dosa asal menjadi tidak dapat dipertahankan lagi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *