Biskuit Misteri

akhir zaman

[AkhirZaman.org] Di tengah segala kesibukan Natal, saya meluangkan suatu pagi untuk membuat biskuit. Dengan tergesa-gesa saya menggiling kacang kenari dengan menggunakan mesin penggiling tangan. Mesin penggiling ini terdiri dari gelas plastik,  pegangan di bagian luar, dan sebuah gagang utama dengan 12 kaki yang berada di dalam gelas plastiknya.

Tiba-tiba, selagi saya menggiling kacang kenari tersebut, pegangannya berputar dengan kesulitan. Krak! Krok! Pastilah saya telah menghancurkan sebuah cangkang kenari yang sangat keras, pikir saya. Saya pun berhenti, membuka mesin itu, dan menumpahkan kacang-kacang itu. Lalu saya menyingkirkan kulit kacang yang sudah terbuka.

Ibu saya selalu berkata, “Tergesa-gesa menghasilkan kesia-siaan!” Saya membuang waktu yang berharga untuk menyingkirkan serpihan-serpihan kulit kacang. Jika saja saya memeriksa kacang-kacang itu sebelum menggilingnya, ini semua tidak perlu terjadi, pikir saya. Cepat-cepat saya menyelesaikan pekerjaan saya. Satu loyang besar pertama biskuit coklat kesukaan keluarga saya tampak lezat.

Senang karena saya telah menyelesaikan target pembuatan biskuit pada pagi itu, saya mulai mencuci semua peralatannya, dan saat itulah sesuatu yang mengerikan datang! Saya langsung lemas! Saya tidak dapat memercayai apa yang saya lihat. Saya memeriksa gagang utama pada mesin penggiling saya untuk kedua kalinya, saya mendapati sekitar setengah cm dari sebuah kaki gagang besi itu hilang! Saya sangat yakin semua kaki-kaki itu terpasang dengan sempurna sebelum saya mulai menggiling. Pasti kulit kacang yang keras telah menghancurkan kaki gagang itu! “Mengapa saya tidak menemukannya saat saya menyortir kacang itu?” saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri.

Saya melihat biskuit-biskuit tersebut, mempertimbangkan untuk membuangnya dan membuat yang baru. Bagaimana mungkin saya mengambil risiko untuk membagikan biskuit yang berisi potongan besi kepada keluarga dan para tetangga saya? Tentu saja saya tidak mau gigi cucu saya atau orang lain patah karena menggigit potongan besi yang keras itu. Saya bergumul. Jalan yang paling aman adalah dengan membuang semua biskuit yang sudah jadi tersebut, tapi pemikiran “jangan menyia-nyiakan,” yang biasa didengungkan oleh ibu saya yang keras menghampiri saya.

“TUHAN,” saya berdoa, “Engkau tahu biskuit mana yang mengandung potongan besi itu. Engkau tahu saya tidak mau ada seorang pun yang patah gigi dan robek gusinya karena biskuit-biskuit ini, juga tidak mau ada orang yang menelannya. Tapi saya juga tidak mau menyia-nyiakan waktu  dan semua bahan-bahan saya dengan membuangnya. Tolonglah supaya saya yang mendapatkan biskuit misteri yang berisi potongan besi itu. Terima kasih Engkau sudah mendengar doaku.”

Hari Minggu berikutnya cucu-cucu kami yang berumur 3 dan 4 tahun datang untuk menikmati sarapan dan makan siang bersama kami. Mereka selalu menunggu-nunggu untuk makan siang di rumah Kakek Nenek, terutama menunggu hidangan pencuci mulutnya. Dengan ragu saya menaruh beberapa biskuit cokelat di atas meja.

“Asyik!” cucu kami yang berumur tiga tahun cepat-cepat mengulurkan tangan untuk memilih biskuit dengan chip cokelat terbanyak. “Aku suka ‘tokelat!” katanya, memilih biskuit yang dipenuhi dengan chip cokelat.

Cucu yang berumur 4 tahun berkata,”Aku mau yang terbesar!” dan mengulurkan tangan untuk mengambil biskuit pilihannya.

Ketika sang Kakek memilih biskuit berikutnya, saya mulai menghela nafas dengan berat. Lalu saya pun kembali berdoa, “TUHAN, tolong simpanlah biskuit dengan potongan besi itu untuk saya!”

Ketika anak-anak dan sang Kakek sedang menikmati biskuit mereka masing-masing, saya memilih satu. Beberapa gigitan pertama tidak ada apa-apa. Lalu krak! Saya mengunyah sesuatu yang keras, tampaknya gigi geraham kiri saya telah patah. Saya berpikir mungkin saya telah menggigit kulit kacang yang keras, saya mengambil benda keras itu dari mulut saya. Bukan kulit kacang yang saya temukan melainkan potongan besi yang hilang!

“Terima kasih TUHAN, untuk menyimpan biskuit misteri itu untukku.” Saya berdoa dalam hati. Saya menunjukkan potongan besi itu kepada si Kakek dan anak-anak dan mulai menceritakan kisah saya.

Kisah ini terjadi beberapa Natal yang lalu. Setiap kali saya selesai menggiling kacang kenari dengan mesin penggiling kecil itu, kaki gagang yang hilang itu mengingatkan saya akan insiden yang menguatkan iman ini dan mengingatkan saya akan Bapa surgawi saya yang begitu penuh kasih yang peduli bahkan pada hal-hal kecil sekalipun.

Sumber: He’s Alive, November/Desember,1996

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *