Surat untuk Anakku Tersayang

akhir zaman

[AkhirZaman.org] Anakku tersayang, aku terus memikirkanmu sejak engkau lulus kuliah. Sekarang kau sudah berumur 24 tahun, 3 tahun lebih tua daripada ibumu saat aku menikahinya.

Hari itu adalah sebuah hari yang hangat di bulan Juli tahun 1977 ketika semua orang bangun lebih awal pada jam-jam subuh untuk mempersiapkan diri untuk acara pernikahan itu. Ibumu bangun dengan mimpi terburuk seorang pengantin yang menjadi kenyataan. Sebelah matanya bengkak dan memerah karena infeksi. Dia sangat kalut. Dia mengatakan bahwa hal ini akan menyebabkan orang-orang berpikir bahwa aku telah menonjoknya untuk memaksanya berkata ‘ya’ untuk pinanganku. Setelah beberapa dekade berlalu, seperti fotografer yang dapat menghapuskan noda merah itu dari foto-foto kami, hampir semua kenangan akan hari itu sudah memudar dari ingatanku menjadi kenangan yang menyenangkan namun samar. Setelah begitu banyak tahun berlalu, satu hal yang masih terpancang jelas di ingatanku adalah janji nikah yang kuucapkan hari itu.

Aku mengingat momen itu dengan sangat jelas: kami berdiri berhadapan dan mengulang janji suci itu yang mengawali perjalanan kehidupan bersama kami. Kata-kata itu merupakan janji atas komitmen bahwa kami akan saling mengasihi dan menghargai dalam sakit maupun sehat “sampai maut memisahkan.” Kata-kata itu sempat membersitkan rasa takut dalam hati kami berdua. Ibumu menikah denganku tanpa restu dari orangtuanya, dan aku, si pemberontak, tidak yakin bahwa aku dapat menjaga ikrar itu atau tidak.

Janji mengenai masa depan sangatlah menakutkan, karena itu merupakan ikrar mengenai masa depan yang belum diketahui dengan seorang pasangan yang bertumbuh dan dapat berubah. Satu-satunya hal yang kami miliki adalah kekuatan dari ikrar tersebut untuk saling memercayakan diri kami untuk sebuah masa depan yang belum pasti di hadapan Tuhan dan para saksi. Jadi dalam kenaifan masa muda kami, kami melakukannya.

Tampaknya dunia dimana engkau sedang menuju kearahnya untuk kedewasaanmu saat ini lebih menakutkan daripada dumia kami dulu. Sekarang ini ikrar kesetiaan dalam pernikahan tampaknya sangat bersyarat. Dangan banyaknya anak-anak dari keluarga yang terpecah saat ini, kau pasti mempertanyakan  tentang institusi pernikahan itu, dan aku sama sekali tidak bisa menyalahkanmu atas hal itu.

Banyak dari temanmu yang mencoba-coba alternatif mengerikan untuk hidup bersama tanpa komitmen. Aku ingin berbagi denganmu dari pengalaman kami selama hampir 30 tahun ini, bahwa ada kekuatan luar biasa dalam janji ini.

Dalam janji itu, yang sudah dibuat begitu lama, terdapat sebuah kado pemberian dari Tuhan yang sangat indah. Ikrar kesetiaan itu menyimpan nubuatan yang digenapi secara pribadi, kuasa untuk menepati kata-kata dalam janji kami.

Tuhan telah memampukan kami untuk menjaga janji kami  dan menuai seluruh sukacita dan penghiburan yang dibawanya. Kami telah melalui penyakit, kematian, depresi, krisis, kemarahan, rasa sakit hati, kompromi, dan keraguan. Benturan karena latar belakang , kebudayaan, pandangan finansial, dan filosofi mendidik anak yang berbeda semuanya akan mendatangkan badai dalam kehidupanmu, namun menurut pengalamanku aku dapat mengatakan padamu, bahwa melalui semuanya itu kami telah membangun kepercayaan, keyakinan, kesenangan, kejutan, harapan, kedekatan, dan iman yang bertumbuh dalam Tuhan.

Apa yang aku ingin kau pahami adalah bahwa ada kuasa dalam sebuah janji, dan ada sebuah perasaan cinta yang menakjubkan yang terus bertumbuh seiring dengan berjalannya waktu. Cinta yang dalam dan tetap bertahan yang datang dari pengertian bahwa orang ini, kepada siapa kau telah berjanji, memahamimu lebih daripada semua orang di muka bumi ini dan mencintai dan menghargaimu sebagaimana kau ada.

Ibumu telah menjadi terang dalam kehidupanku selama tahun-tahun belakangan ini. Kami telah belajar untuk hidup dan mencintai  dan membangun iman kami bersama-sama, untuk menghadapi kehidupan sebagai satu daging. Sebagai satu kebahagiaan tambahan adalah memori-memori bersama yang telah menjadi hall-of-fame kehidupan pernikahan kami berdua. Kami akan meninggalkan satu contoh sebuah pernikahan yang digenapi dan bekerja sesuai dengan perencaan Surga sebagai warisan bagimu dan anak-anakmu.

Kami sangat bangga padamu, anakku. Aku tahu kau akan membuat pilihan yang baik dalam hidupmu. Aku ingin kau tahu bahwa kami selalu berdoa untuk calon suamimu, entah siapapun dia. Tuhan sedang mempersiapkan hatinya dan menuntunnya kepadamu bahkan saat aku menulis surat ini. Engkau berdua akan dipersiapkan, seperti kami telah dipersiapkan, untuk menjaga ikrar cinta antara dan untuk kalian berdua. Aku berdoa agar Tuhan memberimu gambaran akan kekuatan dari janji yang akan kau ucapkan itu kelak.

Dengan Cinta,

Ayah

Ken Crawford, Signs of the times April 2008

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *