KELUARGA TANPA BUAH HATI?

buah hati

[AkhirZaman.org] Rumah tangga yang lengkap adalah suami-istri yang telah diberkati Allah walaupun belum ada anak. Hal ini perluh di pahami setiap laki-laki dan perempuan yang ingin membina sebuah keluarga.

Kehadiran anak dalam sebuah rumah tangga memang merupakan berkat dan karunia Allah, bahkan itu merupakan harta surga yang dititipkan melalui saluran keluarga agar dibina sesuai dengan kemauan-Nya. “Mazmur 127:3 Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah.”

Adalah bijaksana bagi yang menjalin cinta sama-sama memeriksa kesehatannya, termasuk kadar kesuburan masing-masing pasangannya untuk mengetahui keadaan mereka, kemudian berunding apakah yang akan mereka putuskan setelah mengetahui salah satu adalah mandul. Selalulah lakukan yang terbaik dalam mengambil keputusan, untuk membangun diri dan temannya tanpa saling menyakiti. Karna lebih baik berpisah pada waktu menjalani cinta walaupun rasa pedih, dari pada setelah menikah (karna tau diri temannya mandul) harus bercerai, sehingga menyebabkan hal itu (perceraian) akan menjadi cacat seumur hidup.

Adat istiadat suatu suku bangsa selalu menilai mutlak bahwa tujuan berumah tangga adalah untuk meneruskan keturunan, sehingga rantai nama keluarga mereka tetap tegak dan tidak terputus. Bahkan yang lebih menyedikan adalah tuduhan berat kepada keluarga yang tidak melahirkan anak laki-laki walaupun telah melahirkan anak-anak perempuan! Bukankah anak-anak perempuan akan mendapatkan anak-anak laki-laki? Dan anak-anak laki-laki akan mendapatkan anak-anak perempuan? Bukankah kasih anak dan menantu sama nilainya? Manusia sesungguhnya lebih pintar membuat perbedaan tetapi lebih kurang paham melaksanakanya bersamaan. Syukurlah kepada Allah karna Dia tidak pernah membedakan hak Pria dan Wanita. Janganlah kiranya orang tua membuat dosa di hadapan-Nya karna ulah mereka yang terlalu meninggikan anak laki-laki dari pada anak perempuan!

Teori Kebun

Tuntutan adat sering membawa beban berat terhadap keluarga yang tidak atau belum dikaruniai anak dengan tuduhan yang salah:

  1. Mencap rumahtangga yang tidak/belum mempunyai anak sebagai aib keluarga, dan hal itu merupakan tulah atau hukuman Allah dimana perkara demikian merupakan bukti nyata di antara masyarakat.
  2. Mengizinkan perceraian atau kawin lagi, maupun mempraktekan pilygami serta usaha lain agar mendapatkan dan meneruskan keturunan keluarga itu.

Tuduhan maupun usaha ini sangat bertentangan dengan rencana Allah, itu semua merupakan beban berat seumur hidup untuk pasangan suami-istri. Teori seperti ini dapat diumpamakan sebagai “Teori Kebun”, suatu paham tradisi nenek moyang yang sudah mendarah daging dan diteruskan turun-temurun (W. Trobish: “Jodohku”). Paham  “Teori Kebun” yang dimaksud adalah : Bahwa sebuah kebun dibeli dan diusahakan demikian rupa dengan tujuan untuk mendapatkan “hasil”, dan apabila hasil yang diharapkan itu tidak muncul, maka kebun itu dapat di jual atau ditukar kembali supaya hasil yang di perlukan bisa diperoleh. Teori kebun ini mengutamakan hasil, dan apabila hasil tidak kunjung tiba maka kebun tersebut dipandang hina, tandus, dan sebagainya. Si pemilik kebun diumpamakan sebagai laki-laki dan kebun itu sendiri adalah wanita. Dan apabila wanita itu tidak melahirkan keturunan, maka tadinya wanita yang amat dikasihi  berubah menjadi objek atau akibat malapetaka, penghargaan tidak ada, kasih menjadi dingin dan hilang. Bukankah dalam teori seperti ini, wanita dianggap seperti benda?

Teori kebun juga mengutamakan anak laki-laki agar dapat kelak menjadi tukang kebun, dan wanita tetap saja menjadi kebun. Dan yang paling menyedihkan adalah apabila laki-laki berzinah ia hanya merusak kebun orang lain, sedangkan wanita yang berzinah ia merusak kebun keluarga sendiri.

Paham seperti ini amat bertentangan dengan Firman Allah. Bukankah dari sejak semula Allah menciptakan pria dan wanita sederajat? Bukankah wanita itu bagian dari laki-laki?

Berkat Terselubung

Haruslah diterima bahwa anak adalah anugerah dan berkat Allah “Engkau akan diberkati lebih dari pada segala bangsa: tidak akan ada laki-laki atau perempuan yang mandul di antaramu, ataupun di antara hewanmu.” (Ulangan 7:14). Tetapi Allah suatu saat menahan kehadiran anak denga maksud tertentu yang tidak dimengerti manusia, yang pada akhirnya membawa hikmah besar bagi keluarga tersebut. Abrahan dan Sara tidak dikaruniai anak, bahkan Sara telah mati haid sesuai catatan Alkitab, “Lagi kata Abram: “Engkau tidak memberikan kepadaku keturunan, sehingga seorang hambaku nanti menjadi ahli warisku.” Tetapi datanglah firman TUHAN kepadanya, demikian: “Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu.”(Kejadian 15:3,4). “Adapun Abraham dan Sara telah tua dan lanjut umurnya dan Sara telah mati haid.”(Kejadian 18:11). Hal mana menurut ilmu kesehatan tidak mungkin ada pembuahan lagi di dalam rahim seorang wanita yang sudah mati haid, namum bagi Allah tidak ada yang mustahil, Sarah dikaruniai anak di masa tuanya. ” Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk TUHAN? Pada waktu yang telah ditetapkan itu, tahun depan, Aku akan kembali mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara mempunyai seorang anak laki-laki.”(Kejadian 18:4). ”TUHAN memperhatikan Sara, seperti yang difirmankan-Nya, dan TUHAN melakukan kepada Sara seperti yang dijanjikan-Nya. Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya. Abraham menamai anaknya yang baru lahir itu Ishak, yang dilahirkan Sara baginya.” (Kejadian 21:1-3). Demikianpun Zakaria dan Elisabeth, walaupun Elisabeth mandul dan tua, Allah telah mengaruniakan anak bagi mereka, “Tetapi mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan keduanya telah lanjut umurnya. Engkau akan bersukacita dan bergembira, bahkan banyak orang akan bersukacita atas kelahirannya itu.” (Lukas 1:7,14). Tidak ada yang mustahil bagi Allah, apa yang dianggap tidak mungkin bagi manusia mungkin bagi Allah. Markus  10:27 Yesus memandang mereka dan berkata: “Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *