KEMENANGAN AKHIR

great-controversy

~23~
APAKAH KAABAH ITU?

Alkitab, yang di atas segala sesuatu yang lain telah menjadi landasan dan tiang utama iman tentang kedatangan Kristus, telah menyatakan, “Sampai dua ribu tiga ratus petang dan pagi, lalu tempat kudus itu akan dipulihkan kepada keadaan yang wajar.” (Daniel 8:14). Kata-kata ini tidak asing lagi bagi orang-orang yang percaya kepada kedatangan Tuhan yang segera. Kata-kata nubuatan ini diulang-ulangi oleh bibir ribuan orang sebagai kata-kata semboyan iman mereka. Semua merasa bahwa ke atas kejadian-kejadian yang diramalkan kesanalah bergantung penantian dan harapan mereka. Hari-hari nubuatan itu telah ditunjukkan akan berakhir pada musim gugur tahun 1844. Sama seperti dunia Krsiten lain, pada umumnya orang-orang Advent berpendapat bahwa dunia ini, atau bagian daripadanya, adalah kaabah itu. Mereka mengerti bahwa pemulihan kaabah adalah penyucian dunia ini oleh api pada hari terakhir yang besar itu, dan bahwa hal ini akan terjadi pada kedatangan kedua kali. Sejak waktu itu mereka mengambil kesimpulan bahwa Kristus akan kembali ke dunia ini pada tahun 1844.

Tetapi waktu yang ditetapkan telah berlalu, dan Tuhan tidak datang kembali. Orang-orang percaya tahu bahwa firman Allah tak bisa salah. Penafsiran mereka akan nubuatan pasti salah, tetapi dimanakah kesalahan itu? Banyak orang yang dengan terburu-buru menyatakan bahwa masa 2300 hari itu tidak berakhir pada tahun 1844. Tidak bisa menampilkan alasan kecuali bahwa Kristus tidak datang pada waktu yang mereka harapkan Ia datang. Mereka memperdebatkan bahwa jika masa-masa nubuatan berakhir pada tahun 1844, Kristus tentu sudah datang untuk memulihkan kaabah oleh penyucian dunia ini dengan api; dan oleh karena Ia tidak datang maka hari itu tentu belum berakhir.

Menerima kesimpulan ini berarti menolak perhitungan masa-masa nubuatan atau yang sebelumnya. Masa 2300 hari telah bermula pada waktu perintah raja Artahsasta untuk membangun kembali Yerusalem mulai berlaku pada musim gugur tahun 457 SM (Sebelum Masehi). Dengan mengambil ini sebagai titik permulaan, maka sangat cocok dalam pengetrapan semua peristiwa yang disebutkan dalam penjelasan masa itu di dalam Daniel 9:25-27. Enam puluh sembilan kali tujuh masa, yaitu 483 tahun pertama dari masa 2300 tahun, tiba kepada Mesias, yaitu Dia Yang Diurapi; dan baptisan dan pengurapan Kristus dengan Roh Suci pada tahun 27 TM(Tarikh Masehi) tepat menggenapi perincian itu. Pada pertengahan tujuh masa ketujuh puluh Mesias dikorbankan. Tiga setengah tahun sesudah ia dibaptiskan, Kristus disalibkan, pada musim semi tahun 31 TM. Tujuh puluh kali tujuh masa atau 490 tahun dikhususkan bagi orang Yahudi. Pada akhir masa ini bangsa itu memeteraikan penolakan akan Kristus dengan menganiaya murid-murid-Nya, sehingga rasul-rasul pergi kepada bangsa-bangsa lain pada tahun 34 TM. Masa 490 tahun pertama dari 2300 tahun itu berakhir dan tinggallah lagi 1810 tahun. Bermula dari tahun 34 TM, yang seribu delapan ratus sepuluh tahun itu akan berakhir pada tahun 1844. “Lalu,” kata malaikat itu, “tempat kududs itu akan dipulihkan dalam keadaan yang wajar.” Semua spesifiksai nubuatan yang sebelumnya, tidak diragukan telah digenapi tepat pada waktu yang ditetapkan.

Dengan perhitungan ini, semua jelas dan cocok, kecuali bahwa tidak tampak adanya peristiwa yang terjadi yang menyatakan pemulihan tempat kudus pada tahun 1844. Menolak berakhirnya masa itu pada tahun itu berarti melibatkan seluruhnya dalam kebingungan dan menolak pendirian yang telah ditetapkan oleh kegenapan nubuatan yang tidak salah.

Tetapi Allah telah menuntun umat-Nya dalam Pergerakan Advent yang besar itu. Kuasa-Nya dan kemulian-Nya telah menolong pekerjaan itu dan Ia tidak akan membiarkannya berakhir dalam kegelapan dan kekecewaan, untuk dicela sebagai gerakan palsu dan fanatik. Ia tidak akan membiarkan firman-Nya terlibat dalam keragu-raguan dan ketidakpastian. Meskipun banyak yang meninggalkan perhitungan masa nubuatan mereka yang mula-mula, dan menyangkal ketepatan gerakan yang didasarkan atasnya, yang lain-lainnya tidak mau meninggalkan pokok-pokok iman dan pengalaman yang telah ditunjang oleh Alkitab dan oleh kesaksian Roh Allah. Mereka percaya bahwa mereka telah menerima prinsip penafsiran yang benar dan mempelajari nubuatan-nubuatan, dan bahwa adalah tugas mereka untuk berpegang teguh kepada kebenaran yang telah diperoleh, dan meneruskan menyelidiki Alkitab. Dengan doa yang sungguh-sungguh mereka memeriksa kembali kedudukan mereka dan mempelajari Alkitab untuk menemukan kesalahan mereka. Sementara mereka tidak menemukan sesuatu kesalahan dalam perhitungan masa-masa nubuatan, mereka mulai memeriksa lebih cermat mengenai masalah tempat kudus.


Pada penelitian mereka, mereka mengetahui bahwa tidak ada bukti-bukti dari Alkitab yang mendukung pandangan populer bahwa dunia ini adalah tempat kudus. Tetapi mereka menemukan dalam Alkitab penjelasan lengkap mengenai tempat kudus, keadaannya, lokasinya, dan upacara-upacaranya. Kesaksian penulis-penulis kudus begitu jelas dan cukup sehingga tidak ada keraguan. Rasul Paulus, dalam surat kepada orang Iberani berkata, “Memang perjanjian yang pertama juga mempunyai peraturan-peraturan untuk ibadah dan untuk tempat kudus buatan tangan manusia. Sebab ada dipersiapkan suatu kemah, yaitu bagian yang paling depan dan di situ terdapat kaki dian dan meja dengan roti sajian. Bagian ini disebut tempat yang kudus. Dibelakang tirai yang kedua terdapat suatu kemah lagi yang disebut tempat yang maha kudus. Di situ terdapat mezbah tempat pembakaran ukupan dari emas, dan tabut perjanian yang seluruhnya disalut dengan emas; di dalam tabut perjanjian itu tersimpan buli-buli emas berisi manna, tongkat Harun yang pernah bertunas dan loh-loh batu yang bertuliskan perjanjian, dan di atasnya kedua kerub kemuliaan yang menaungi tutup pendamaian.” (Iberani 9:1-5).

Tempat kudus yang dikatakan Rasul Paulus di sini ialah kemah suci yang didirikan oleh Musa atas perintah Allah, sebagai tempat tinggal duniawi Yang Mahatinggi. “Dan mereka harus membuat tempat kudus bagi-Ku, supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka” (Kel. 25:8), demikianlah perintah yang diberikan kepada Musa pada waktu ia di atas gunung bersama Allah. Orang-orang Israel berjalan melalui padang gurun, dan kemah suci dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain. Namun, bangunan itu adalah suatu struktur yang megah dan indah. Dindingnya terbuat dari papan yang dilapisi dengan emas, dan engsel-engselnya terbuat dari perak, sementara atapnya terbuat dari sejumlah tirai atau penutup, dan bagian luarnya terbuat dari kulit. Bagian paling dalam terbuat dari lenan halus yang dengan indah dilukisi dengan gambar kerub. Di samping pelataran luar, yang berisi mezbah persembahan bakaran, kemah suci itu terdiri dari dua buah ruangan yang disebut bilik yang kudus dan bilik yang maha kudus, yang dipisahkan oleh tirai mewah dan indah, atau selubung, selubung yang sama yang menutup pintu masuk ke bilik yang pertama.

Di bilik yang kudus terdapat kaki dian, di sebelah Selatan, dengan tujuh lampunya menerangi tempat kudus itu siang dan malam. Di sebelah Utara, berdiri meja roti sajian. Dan di depan tirai atau selubung yang memisahkan bilik yang kudus dari bilik yang maha kudus terdapat mezbah pedupaan, yang daripadanya naik asap bau-bauan yang harum, bersama doa-doa orang Israel ke hadirat Allah.

Di bilik yang maha kudus berdiri tabut perjanjian, suatu peti yang terbuat dari kayu berharga yang dilapisi demgan emas, tempat menyimpan dua loh batu tempat kesepuluh hukum dituliskan oleh Allah. Dia atas tabut perjanjian itu, yang menjadi penutup peti suci itu tedapat tutup pendamaian, suatu hasil kerja yang indah, dan di atasnya terdapat dua kerub — satu di setiap ujungnya — dan semuanya disalut dengan emas murni. Di bilik ini hadirat ilahi ditandai dengan awan kemuliaan di antara kedua kerub itu.

Setelah orang Iberani menetap di tanah Kanaan, kemah suci itu telah digantikan oleh Kaabah Salomo, yang walaupun dengan bangunan permanen dan dalam ukuran yang lebih besar, tetap menuruti perbandingan-perbandingan yang sama dan dilengkapi dengan perlengkapan yang sama. Dalam bentuk ini tempat kudus berdiri teguh sampai dihancurkan tentera Roma pada tahun 70 TM — kecuali kerusakaan pada zaman Daniel.

Hanya inilah tempat kudus yang pernah berdiri di atas dunia ini, yang mengenai itu Alkitab memberikan keterangan. Inilah tempat kudus yang Rasul Paulus katakan tempat kudus perjanjian yang pertama. Tetapi bukankah perjanjian yang baru mempunyai tempat kudus?

Kembali membuka buku Iberani, para pencari kebenaran menemukan bahwa keberadaan tempat kudus yang kedua, atau tempat kudus perjanjian yang baru tercantum dalam kata-kata Rasul Paulus yang telah dikutip “Memang perjanjian yang pertama juga mempunyai peraturan-peraturan untuk ibadah dan untuk tempat kudus buatan tangan manusia.” Dan penggunaan kata “juga” memberi kesan bahwa Rasul Paulus sebelumnya telah menyebutkan tempat kudus. Kita buka kembali kepada permulaan fatsal sebelumnya akan kita baca, “Inti segala yang kita bicarakan itu ialah kita mempunyai Imam Besar yang demikian, yang duduk di sebelah kanan takhta Yang Mahabesar di Surga, dan yang melayani ibadah di tempat kudus, yaitu di dalam kemah sejati, yang didirikan oleh Tuhan bukan oleh manusia.” (Iberani 8:1-2).

Di sinilah dinyatakan tempat kudus perjanjian baru. Tempat kudus perjanian yang pertama didirikan oleh tangan manusia, dibangun oleh Musa, dan yang kedua ini didirikan oleh Tuhan, bukan oleh manusia. Di dalam tempat kudus perjanjian yang pertama, imam-imam dunia menjalankan upacara-upacara, sedangkan pada tempat kudus perjanjian yang baru Kristus, Imam Besar kita, melayani di sebelah kanan Allah. Satu kaabah suci ada di dunia ini dan yang satu lagi ada di Surga.

Lebih jauh, kemah suci yang dibangun oleh Musa dibangun sesuai pola atau contoh. Tuhan menuntun dia, “Menurut segala apa yang Kutunjukkan kepadamu sebagai contoh Kemah Suci dan sebagai contoh segala perabotannya, demikianlah kamu harus membuatnya.” Dan sekali lagi perintah diberikan, “Dan ingatlah, bahwa engkau membuat semuanya itu menurut contoh yang telah ditunjukkan kepadamu di atas gunung itu.” (Kel. 25:9,40). Dan Rasul Paulus berkata, bahwa kemah suci yang pertama itu, “adalah kiasan masa sekarang. Sesuai dengan itu dipersembahkan korban dan persembahan;” bahwa bilik yang kudusnya adalah “melambangkan apa yang ada di Surga;” bahwa imam yang mempersembahkan persembahan sesuai dengan hukum adalah “gambaran dan bayangan dari apa yang ada di Surga,” dan bahwa “Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia, yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam Surga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita.” (Iberani 9:9,23; 8:5; 9:24).


Tempat kudus yang di Surga, dimana Yesus melayani demi kita, adalah tempat kudus besar yang asli. Kemah suci yang dibangun oleh Musa mencontoh dari tempat kudus ini. Allah mencurahkan Roh-Nya ke atas orang-orang yang membangun kemah suci duniawi. Ketrampilan artistik yang diperagakan dalam pembagunan tempat kudus itu adalah manifestasi hikmat ilahi. Dinding-dinding yang tampak bagaikan emas besar memantulkan ke segala penjuru sinar ketujuh kandil dari kaki dian emas itu. Meja roti pertunjukan dan mezbah pedupaan berkilau-kilau bagaikan emas mengkilat. Tirai yang maha indah yang membentuk langit-langit, yang dihiasi dengan gambar-gambar malaikat dengan warna biru, ungu dan merah menambah keelokan pemandangan. Dan di balik selubung kedua terdapat sinar shekinah suci, sebagai manifestasi kemuliaan Allah, yang kehadirat-Nya hanya imam besar yang bisa masuk dan tetap hidup.

Keindahan yang tiada taranya tempat kudus duniawi itu merefleksikan kepada pandangan manusia kemuliaan kaabah Surgawi dimana Kristus, penghulu kita, melayani bagi kita di hadirat takhta Allah. Tempat tinggal Raja segala raja itu, dimana seribu kali beribu-ribu melayani Dia, dan selaksa kali berlaksa-laksa berdiri di hadapan-Nya (Dan. 7:10); kaabah itu dipenuhi kemuliaan takhta kekal, dimana serapim, sebagai pengawalnya yang bercahaya, menyelubungi wajahnya dalam sikap hormat. Keindahan dan kemuliaan yang terdapat pada bangunan indah yang di dunia ini yang dibangun oleh tangan manusia hanyalah refleksi yang redup dari kebesaran dan kemuliaan tempat kudus Surgawi. Namun kebenaran-kebenaran penting mengenai tempat kudus Surgawi dan mengenai pekerjaan-pekerjaan besar yang dilaksanakan di sana yang dijalankan untuk penebusan manusia telah diajarkan oleh tempat kudus duniawi dan upacara-upacaranya.

Tempat-tempat suci kudus kaabah Surgawi dilambangkan oleh kedua bilik di kaabah yang di dunia ini. Di dalam penglihatan, Rasul Yohanes diizinkan melihat kaabah Allah di Surga, ia melihat di sana “tujuh obor menyala-nyala dihadapan takhta itu.” (Wah. 4:5). Ia melihat seorang malaikat “dengan sebuah pedupaan emas. Dan kepadanya diberikan banyak kemenyaan untuk dipersembahkan bersama-sama dengan doa semua orang kudus di atas mezbah emas dihadapan takhta itu.” (Wah. 8:3). Di sini nabi telah diizinkan memandang bilik yang pertama tempat kudus di Surga itu; dan ia melihat di sana “tujuh obor menyala-nyala” dan “mezbah emas” dilambangkan oleh kaki dian dan dupa dalam tempat kudus yang di dunia ini. Sekali lagi, “terbukalah Bait Suci Allah yang di Surga,” dan ia melihat selubung bagian dalam, di atas bilik yang maha suci. Di sini ia melihat “tabut perjanjian-Nya” yang dilambangkan oleh peti kudus yang dibangun oleh Musa yang berisi hukum Allah.

Jadi demikianlah mereka yang mempelajari pelajaran ini menemukan bukti yang tidak bisa dibantah mengenai adanya tempat kudus di Surga. Musa membangun tempat kudus di dunia ini menurut pola yang ditunjukkan kepadanya. Rasul Paulus mengajarkan bahwa pola itulah tempat kudus yang sebenarnya, yaitu yang di Surga. Dan Rasul Yohanes menyaksikan bahwa ia melihatnya di Surga.

Di dalam kaabah di Surga, tempat tinggal Allah, takhta-Nya didirikan dalam kebenaran dan keadilan. Di bilik yang maha suci ia melihat hukum-Nya, sebagai ukuran kebenaran dengan mana semua umat manusia diuji. Tabut tempat menyimpan loh-loh hukum itu ditutupi dengan tutup pendamaian. Di hadirat inilah Kristus mengadakan permohonan melalui darah-Nya demi orang-orang berdosa. Dengan demikian dilambangkan gabungan keadilan dan dan kemurahan dalam rencana penebusan manusia. Hanya hikmat yang tanpa batas saja yang dapat merancangnya dan kuasa yang tak terbatas yang dapat mewujudkannya. Gabungan inilah yang memenuhi semua Surga dengan kekaguman dan rasa hormat. Kerub di tempat kudus duniawi, yang memandang dengan rasa hormat ke tutup pendamaian itu, melambangkan perhatian seluruh Surga mengenai pekerjaan penebusan manusia. Inilah rahasia kemurahan yang ingin di lihat oleh malaikat-malaikat, — bahwa Allah dapat berlaku adil sementara Ia membenarkan orang-orang berdosa yang bertobat, dan memperbaharui pergaulan-Nya dengan manusia yang sudah jatuh; bahwa Kristus dapat merendahkan diri-Nya untuk mengangkat orang-orang yang tak terhitung banyaknya dari jurang kebinasaan, dan memakaikan kepada mereka jubah kebenaran-Nya sendiri, untuk dipersatukan dengan malaikat-malaikat yang tidak pernah jatuh, dan untuk tinggal selamanya di hadirat Allah.

Pekerjaan Kristus sebagai pengantara manusia dinyatakan dalam nubuatan nabi Zakaria mengenai Dia “yang bernama Tunas.” Nabi itu berkata, “Dialah yang akan mendirikan bait Tuhan, dan dialah yang akan mendapat keagungan dan duduk memerintah di atas takhtanya. [takhta Bapa-Nya]. Di sebelah kanannya akan ada seorang imam [Ia akan menjadi imam di takhtanya — Alkitab Bahasa Inggeris]: dan permufakatan tentang damai akan ada di antara mereka berdua.” (Zakaria 6:13).

“Dialah yang akan mendirikan bait Tuhan.” Oleh pengorbanan dan pengantaraan-Nya, Kristus adalah fondasi dan pembangun gereja Allah. Rasul Paulus menunjuk kepada-Nya sebagai “batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga,” katanya, “turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh.” (Epes. 2: 20-22).


“Dan dialah yang akan mendapat keagungan.” Keagungan dan kemuliaan penebusan manusia yang sudah jatuh itu adalah milik Kristus. Melalui zaman kekekalan, nyanyian orang tebusan adalah, “Bagi Dia yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya, . . . bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya.” (Wah. 1:5,6).

Dan Ia “akan duduk memerintah di atas takhtanya, [takhta Bapanya]. Di sebelah kanannya akan ada seorang imam.” Belum sekarang “di atas takhta kemuliaan.” Kerajaan kemuliaan belum datang. Setelah pekerjaan pengantaraan-Nya berakhir barulah “Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,” suatu kerajaan yang “tidak akan berkesudahan.” (Luk. 1:32,33). Sebagai seorang imam, Kristus sekarang duduk bersama-sama dengan Bapa di atas takhta-Nya (Luk. 3:21). Di atas takhta itu duduk bersama Yang Kekal dan yang dengan sendirinya ada, adalah Dia yang “telah menanggung penyakit kita dan yang memikul kesengsaraan kita,” yang dalam segala hal “Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa,” sehingga dengan demikian Ia “dapat menolong mereka yang dicobai.” “Namun jika seorang berdosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa.” (Yes. 53:4; Iberani 4:15; 2:18; 1 Yoh. 2:1). Pengantaraan-Nya ialah dengan tubuh-Nya yang yang ditusuk dan dihancurkan, dengan kehidupan yang tak bercacad. Tangan-Nya yang terluka, lambung-Nya yang ditusuk, kaki-Nya yang dirusakkan, memohon bagi manusia yang sudah jatuh, yang penebusan-Nya dibeli dengan harga yang tidak ternilai.

“Dan permufakatan tentang damai akan ada di antara mereka berdua.” Kasih Bapa, tidak kurang dari kasih Anak, adalah mata air keselamatan bagi orang yang telah hilang. Yesus berkata kepada murid-murid-Nya sebelum Ia pergi, “Dan tidak Aku katakan kepadamu, bahwa Aku meminta bagimu kepada Bapa, sebab Bapa sendiri mengasihi kamu.” ( Yoh. 16:26,27). “Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus.” (2 Kor. 5:19). Dan dalam pelayanan di dalam tempat kudus di atas, “permufakatan tentang damai akan ada di antara mereka berdua.” “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh. 3:16).

Pertanyaan, apakah kaabah itu? dijawab dengan jelas dalam Alkitab. Istilah “tempat kudus” sebagaimana digunakan dalam Alkitab, digunakan pertama-tama kepada kemah suci yang dibangun oleh Musa, menurut pola yang ada di Surga, dan kedua, kepada “kaabah yang sebenarnya” di Surga, yang ditunjuk oleh kaabah duniawi. Pada kematian Kristus, upacara-upacara kaabah berakhir. “Kaabah yang sebenarnya” di Surga adalah tempat kudus perjanjian yang baru. Dan sementara nubuatan Daniel 8:14 digenapi dalam dispensasi ini, tempat kudus yang dimaksud haruslah tempat kudus perjanjian baru. Pada akhir masa 2300 hari pada tahun 1844, di dunia ini tidak ada lagi tempat kudus selama ratusan tahun. Dengan demikian, “Sampai 2300 petang dan pagi, lalu tempat kudus itu akan dipulihkan dalam keadaan yang wajar,” tanpa diragukan lagi menunjuk kepada tempat kudus di Surga.

Tetapi pertanyaan yang paling penting tetap harus dijawab. Apakah maksudnya tempat kudus itu akan dipulihkan dalam keadaan yang wajar? Bahwa ada upacara yang serupa itu sehubungan dengan tempay kudus duniawi, diterangkan dalam Alkitab Perjanjian Lama. Tetapi adakah sesuatu di Surga yang akan dipulihkan (disucikan — terjemahan langsung)? Dalam Iberani 9 pemulihan tempat kudus ke dalam keadaan yang wajar diajarkan dengan jelas. “Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum taurat dengan darah, dan tanpa pertumpahan darah tidak ada pengampunan. Jadi segala sesuatu yang melambangkan apa yang ada di Surga haruslah ditahirkan secara demikian [darah binatang], tetapi benda-benda surgawi sendiri oleh persembahan-persembahan yang lebih baik dari pada itu,” (Iberani 9:22,23), yaitu darah Kristus yang tidak ternilai harganya.

Pemulihan kembali, baik dalam lambang maupun upacara yang sebenarnya harus dilakukan dengan darah; yang pertama dengan darah binatang, dan yang kemudian dengan darah Kristus. Rasul Paulus menyatakan sebagai alasan mengapa pemulihan itu harus dilakukan dengan darah, bahwa tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan. Pengampunan itu, atau membuangkan dosa, adalah pekerjaan yang harus dicapai. Tetapi bagaimanakah ada dosa sehubungan dengan tempat kudus baik yang di Surga maupun yang di dunia? Hal ini bisa diketahui dengan merujuk kepada upacara bayangan di kaabah dunia, karena imam-imam yang melakukan upacara di kemah suci duniawi “adalah gambaran dan bayangan yang ada di Surga.” (Iberani 8:5).


Pelayanan dalam tempat kudus duniawi terdiri dari dua bagian: imam-imam bekerja di bilik yang kudus setiap hari, sementara sekali setahun imam besar melakukan pekerjaan khusus penyucian di bilik yang maha kudus, untuk pemulihan tempat kudus itu. Hari demi hari orang berdosa yang bertobat membawa persembahannya ke pintu kemah suci, dan meletakkan tangannya di atas kepala korban, mengakui dosa-dosanya, dengan demikian menggambarkan pemindahan dosa-dosa dari dirinya sendiri kepada korban yang tidak bersalah itu. Binatang itu kemudian disembelih. “Tanpa penumpahan darah,” kata rasul, “tidak ada pengampunan.” “Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya.” (Imamat 17:11). Pelanggaran hukum Allah menuntut nyawa dari pelanggar. Darah yang melambangkan hutang nyawa orang berdosa, yang kesalahannya ditanggungkan kepada korban, dibawa oleh imam ke dalam bilik yang kudus dan memercikkannya di hadapan tirai penghubung, yang dibelakangnya terdapat tabut perjanjian yang berisi hukum yang dilanggar oleh orang berdosa itu. Dengan upacara ini dosa-dosa, melalui darah, dipindahkan secara simbolis ke tempat kudus. Dalam beberapa kasus, darah tidak dibawa ke bilik yang suci, tetapi dagingnya kemudian akan dimakan oleh imam, sebagaimana Musa memberi petunjuk kepada anak-anak Harun dengan mengatakan, “Tuhan memberikan kepadamu, supaya kamu mengangkut kesalahan umat.” (Imamat 10:17). Kedua upacara ini sama-sama melambangkan pemindahan dosa dari orang berdosa kepada tempat kudus.

Itulah pekerjaan yang terus berlangsung dari hari ke hari sepanjang tahun. Dosa-dosa orang Israel dengan demikian dipindahkan ke tempat kudus, dan satu pekerjaan khusus diperlukan untuk menghilangkan dosa-dosa ini. Allah memerintahkan untuk melakukan penyucian dan pendamaian tiap-tiap bilik yang kudus. “Dengan demikian ia mengadakan pendamaian bagi tempat kudus itu karena segala kenajisan orang Israel dan karena segala pelanggaran mereka, apapun juga dosa mereka. Demikianlah harus diperbuatnya dengan Kemah Pertemuan yang tetap diam di antara mereka di tengah-tengah segala kenajisan mereka.” Suatu pendamaian juga harus dibuat bagi mezbah untuk “menguduskannya dari segala kenajisan orang Israel.” ( Imamat 16:16,19).

Sekali setahun, pada hari besar pendamaian, imam memasuki bilik yang maha kudus untuk membersihkan dan memulihkan tempat kudus. Pekerjaan ini dilakukan untuk mengakhiri pelayanan tahunan. Pada hari pendamaian, dua ekor kambing jantan dibawa ke pintu kemah suci, lalu dibuang undi bagi keduanya, “sebuah undi bagi Tuhan, dan sebuah lagi bagi Azazel.” (Imamat 16:8). Kambing yang terundi bagi Tuhan akan disembelih sebagai korban persembahan bagi orang banyak. Dan imam akan membawa darahnya ke dalam tirai selubung, dan memercikkan darah itu ke atas tutup pendamaian dan di hadapan tutup pendamaian itu. Juga darah itu dipercikkan ke atas mezbah pedupaan yang di hadapan tirai selubung itu.

“Dan Harun harus meletakkan kedua tangannya ke atas kepala kambing jantan yang hidup itu dan mengakui di atas kepala kambing itu segala kesalahan orang Israel dan segala pelanggaran mereka, apapun juga dosa mereka; ia harus menanggungkan semuanya itu ke atas kepala kambing jantan itu dan kemudian melepaskannya ke padang gurun dengan perantaraan seseorang yang sudah siap sedia untuk itu. Demikianlah kambing jantan itu harus mengangkut segala kesalahan Israel ke tanah yang tandus dan kambing itu harus dilepaskan di padang gurun.” (Imamat 16:21,22). Kambing Azazel itu tidak lagi datanbg ke perkemahan orang Israel, dan orang yang menggiringnya ke padang gurun harus membasuh dirinya dan pakaiannya dengan air sebelum ia kembali ke perkemahan.

Seluruh upacara itu dimaksudkan untuk memberi kesan kepada orang Israel mengenai kekudusan Allah dan kebencian-Nya kepada dosa. Dan lebih jauh, untuk menunjukkan kepada mereka bahwa mereka tidak boleh berhubungan dengan dosa tanpa menjadi cemar dan najis. Setiap orang diharuskan menyesali dosanya, dan merendahkan diri dan jiwanya sementara upacara pendamaian itu berlangsung. Segala pekerjaan sehari-hari harus dikesampingkan, dan seluruh perhimpunan orang Israel pada hari itu merendahkan diri dengan sungguh-sungguh di hadirat Allah, dengan berdoa, berpuasa dan menyelidiki hatinya yang terdalam.

Kebenaran penting mengenai pendamaian diajarkan oleh upacara lambang-lambang. Suatu pengganti diterima sebagai pengganti orang berdosa. Tetapi dosa tidak dapat ditiadakan oleh darah korban. Dengan demikian suatu cara telah disediakan untuk memindahkan dosa itu ke tempat kudus. Dengan mempersembahkan darah, orang-orang berdosa mengakui otoritas hukum, mengakui kesalahannya dalam pelanggaran, dan menyatakan keinginannya untuk memperoleh pengampunan melalui imam kepada Penebus yang akan datang. Tetapi ia belum seluruhnya dibebaskan dari hukuman dan kutukan hukum. Pada Hari Pendamaian, setelah mengambil persembahan yang orang banyak, imam besar masuk ke bilik yang maha kudus dengan darah persembahan ini, dan memercikkan darah itu ke atas tutup pendamaian, langsung ke atas hukum itu, untuk memenuhi tuntutannya. Kemudian, dalam sikapnya sebagai pengantara, imam besar itu mengambil dosa-dosa itu kepada dirinya dan membawanya keluar dari tempat kudus. Dengan meletakkan tangannya di atas kepala kambing Azazel, ia mengakui segala dosa-dosa ini, dengan demikian menggambarkan pemindahan dosa-dosa itu dari dirinya ke kambing jantan. Kemudian kambing membawa dosa-dosa itu jauh-jauh dan mereka menganggap dosa-dosa itu dipisahkan dari mereka selama-lamanya.

Demikianlah upacara yang dilaksanakan “sebagai gambaran dan bayangan dari perkara-perkara surgawi.” Dan apa yang dilakukan dalam lambang dalam pelayanan tempat kudus duniawi, dilakukan dengan sesungguhnya dalam pelayanan tempat kudus surgawi. Setelah kenaikan-Nya, Juru Selamat kita memulai pekerjaan-Nya sebagai imam besar kita. Rasul Paulus berkata, “Sebab Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam Surga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita.” (Iberani 9:24).

Pelayanan imam sepanjang tahun di bilik yang suci dari tempat kudus itu, “di dalam tirai selubung” yang membentuk pintu dan memisahkan bilik yang suci dari halaman luar, melambangkan pekerjaan pelayanan yang dimulai oleh Kristus pada waktu Ia naik ke Surga. Itu adalah pekerjaan pelayanan harian imam untuk menyampaikan ke hadirat Allah darah persembahan karena dosa, juga dupa yang naik bersama doa-doa orang Israel. Demikian juga Kristus memohon dengan darah-Nya di hadapan Bapa atas nama orang-orang berdosa, dan menyampaikan juga di hadapan-Nya doa-doa orang percaya yang menyesali dosa-dosanya, yang disertai keharuman kebenaran-Nya sendiri. Demikianlah pekerjaan pelayanan di bilik yang kudus di kaabah surgawi.


Kesanalah iman murid-murid Kristus mengikuti Dia pada waktu Ia naik dari pandangan mereka. Di sinilah pengharapan mereka berpusat, “pengharapan itu” kata Rasul Paulus, “adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, dimana Yesus telah masuk sebagai Perintis kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.” “Dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal (bagi kita).” (Iberani 6:19,20; 9:12).

Selama delapan belas abad lamanya pekerjaan pelayanan ini berlangsung di bilik yang suci. Darah Kristus dipersembahkan atas nama orang-orang percaya yang menyesali dosa-dosanya, mendapatkan pengampunan dan penerimaan mereka kepada Bapa, namun, dosa-dosa mereka masih tertulis di dalam buku catatan. Sebagaimana dalam upacara lambang ada pekerjaan pendamaian pada akhir tahun, demikian juga sebelum pekerjaan Kristus untuk menebus manusia diselesaikan, ada pekerjaan pendamaian untuk memindahkan dosa-dosa dari tempat kudus. Inilah upacara yang telah dimulai pada waktu masa 2300 hari itu berakhir. Pada waktu itu, sebagaimana diramalkan oleh nabi Daniel, Imam Besar kita memasuki bilik yang maha kudus untuk melaksanakan bagian terakhir dari pekerjaan-Nya, — untuk memulihkan tempat kudus itu. (membersihkan — terjemahan langsung).

Seperti pada zaman dahulu dosa-dosa orang banyak, oleh iman, ditanggungkan ke atas persembahan karena dosa, dan melalui darah korban dipindahkan dalam lambang ke tempat kudus duniawi, demikianlah juga pada perjanjian yang baru dosa-dosa orang-orang yang bertobat, oleh iman, ditanggungkan ke atas Kristus, dan dipindahkan ke tempat kudus surgawi. Dan sebagaimana pemulihan tempat kudus duniawi secara lambang dicapai oleh memindahkan dosa-dosa yang mencemari tempat kudus itu, demikianlah pemulihan yang sebenarnya tempat kudus surgawi dicapai oleh memindahkan, atau menghapuskan dosa-dosa yang telah dicatat di sana. Tetapi sebelum ini dilaksanakan, harus dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan buku-buku catatan untuk menentukan siapa yang berhak memperoleh manfaat pendamaian Kristus, melalui pertobatan dari dari dosa dan iman kepada Kristus. Oleh sebab itu pemulihan tempat kudus itu melibatkan pekerjaan pemeriksaan — pekerjaan penghakiman. Pekerjaan ini harus dilakukan sebelum kedatangan Kristus untuk menebus umat-Nya, karena bila Ia datang, upah-Nya ada bersama-sama dengan Dia yang akan diberikan-Nya kepada tiap-tiap orang menurut perbuatannya.” (Wah. 22:12).

Dengan demikian mereka yang mengikuti dalam terang perkataan nubuat itu melihat bahwa, sebagai gantinya datang ke dunia ini pada akhir masa 2300 hari pada tahun 1844, Kristus memasuki bilik yang mahasuci dalam kaabah surgawi untuk melaksanakan pekerjaan penutup dari pekerjaan pendamaian, persiapan kepada kedatangan-Nya.

Juga terlihat bahwa sementara persembahan karena dosa menunjuk Kristus sebagai korban, dan imam besar melambangkan Kristus sebagai pengantara, demikian juga kambing Azazel melambangkan Setan sebagai sumber dosa, ke atas mana dosa-dosa orang yang benar-benar menyesali dosanya pada akhirnya ditanggungkan. Bilamana imam besar, oleh jasa darah korban karena dosa, memindahkan dosa-dosa dari tempat kudus ke atas kambing Azazel. Bilamana Kristus, oleh jasa darah-Nya sendiri, memindahkan dosa-dosa umat-Nya dari tempat kudus surgawi pada akhir pelayanan-Nya, Ia akan menanggungkan dosa-dosa itu ke atas Setan, yang pada pelaksanaan hukuman harus menanggung hukuman terakhir. Kambing Azazel di bawa jauh dan dilepaskan di tempat yang tidak berpenduduk, agar tidak pernah datang kembali ke tengah-tengah perkumpulan orang Israel. Demikianlah Setan untuk selama-lamanya terhapus dari hadirat Allah dan umat-Nya, dan ia akan dihadapkan pada kebinasaan terakhir dosa dan oarng-orang berdosa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *