[AkhirZaman.org] Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa pekerjaan pengudusan itu bersifat progresif, terus maju. Bilamana pada pertobatan seseorang berdosa memperoleh perdamaian dengan Allah melalui darah pendamaian itu, maka pada waktu itu kehidupan Kristen baru mulai. Sekarang ia harus “beralih kepada perkembangan yang penuh.” (Ibrani 6:1); bertumbuh ke “tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.” (Ef 4:13). Rasul Paulus berkata, “Tetapi ini yang kulakukan: Aku melupakan apa yang telah dibelakangku dan mengarahkan diri kepada yang dihadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dan Kristus.” (Filipi 3:13,14). Dan Rasul Peterus menetapkan tangga-tangga di hadapan kita, dengan mana pengudusan Alkitab kita capai: “Sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saurada, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus Tuhan kita. Tetapi barangsiapa tidak memiliki semuanya itu ia menjadi buta dan picik, karena ia lupa bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan. Karena itu, Saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung.” (2 Pet. 1:5-10).
Mereka yang mengalami pengudusan cara Alkitab akan menunjukkan roh kerendahan hati. Seperti Musa, mereka telah memandang kebesaran kekudusan yang menakjubkan, dan melihat betapa ketidaklayakan mereka tidak bisa dibandingkan dengan kemurnian dan kesempurnaan yang ditinggikan dari Yang Kekal itu.
Nabi Daniel adalah satu contoh pengudusan yang benar. Sepanjang hidupnya dipenuhi dengan pelayanan mulia bagi Tuannya. Ia adalah “orang yang dikasihi Surga.” (Dan 10:11). Namun, gantinya mengakui murni dan kudus, nabi yang dihormati ini menyatakan dirinya sebagai seorang yang sangat berdosa di Israel, pada waktu bermohon kepada Allah mengenai bangsanya, “sebab kami menyampaikan doa permohonan kami ke hadapan-Mu bukan berdasarkan jasa-jasa kami, tetapi berdasarkan kasih sayang-Mu yang berlimpah-limpah.” “Kami telah berbuat dosa, kami telah berlaku fasik.” (Dan. 9:18,15). Ia menyatakan, “Sementara aku berbicara dan berdoa dan mengaku dosaku dan dosa bangsaku, bangsa Israel.” (Dan. 9:20). Dan pada waktu hari kemudian Anak Allah muncul, untuk memberikan petunjuk kepadanya, Daniel berkata, “aku menjadi pucat sama sekali, dan tidak ada lagi kekuatan padaku.” (Dan. 10:8).
Pada waktu Ayub mendengar suara Tuhan dari angin badai, ia berseru, “Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.” (Ayub 42:6). Yesaya berseru setelah ia melihat kemuliaan Tuhan dan mendengar kerub berseru: “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam,” “Celakalah aku! Aku binasa!” (Yes. 6:3,5). Rasul Paulus, setelah terangkat ke langit yang ketiga, dan mendengar kata-kata yang tak terucapkan oleh manusia, berbicara mengenai dirinya, sebagai “yang paling hina di antara segala orang kudus.” (2Kor. 12:2-4; Epes 3:8). Yohanes yang kekasih, yang bersandar kepada Yesus dan yang memandang kemuliaan-Nya, jatuh tersungkur di depan kaki malaikat itu. Wah 1:17).
Mereka yang berjalan dalam bayang-bayang salib Golgota tidak akan meninggikan diri, tidak akan menyombongkan diri karena mereka telah dibebaskan dari dosa. Mereka merasa bahwa oleh karena dosa-dosa merekalah yang menyebabkan penderitaan yang menghancurkan hati Anak Allah, dan pemikiran ini akan menuntun mereka kepada penyesalan yang mendalam. Mereka yang hidup paling dekat dengan Yesus melihat dengan jelas kelemahan dan keberdosaan manusia, dan harapan mereka satu-satunya hanyalah jasa-jasa Juru Selamat yang tersalib dan yang telah bangkit kembali itu.
Sekarang pengudusan menonjol di dunia keagamaan, dan bersamaan dengan itu roh meninggikan diri sendiri, dan ketidakperdulian kepada hukum Allah yang menandakannya sebagai yang asing bagi agama Alkitab. Para penganjurnya mengajarkan bahwa penyucian adalah pekerjaan seketika, sekejap, oleh mana, melalui iman saja mereka memperoleh kekudusan yang sempurna. “Percaya saja,” kata mereka, “dan berkat menjadi milikmu.” Tidak diperlukan usaha-usaha lebih jauh di pihak sipenerima. Pada waktu yang sama mereka menyangkal wewenang dan kekuasaan hukum Allah, dan mengatakan bahwa mereka telah dibebaskan dari kewajiban memeliharakan hukum-hukum atau perintah-perintah itu. Tetapi apakah mungkin bagi manusia menjadi kudus, sesuai dengan kehendak dan tabiat Allah, tanpa menyesuaikan atau menselaraskan diri dengan prinsip-prinsip atau hukum Allah, yang adalah pernyataan sifat dan kehendak-Nya, dan yang menyatakan apa yang menjadi kesukaan bagi-Nya?
Keinginan kepada agama yang gampang, yang tidak menuntut suatu perjuangan, tidak ada penyangkalan diri, tidak ada perpisahan dengan kebodohan dunia ini, telah membuat ajaran iman, hanya iman, menjadi ajaran atau doktrin yang populer. Tetapi apakah yang dikatakan oleh firman Allah? Rasul Yakobus berkata, “Apakah gunanya saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: ‘Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!’ tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? . . . . Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengaku sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong? Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah? Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. . . . Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, dan bukan hanya karena iman.” (Yakobus 2:14-24).
Kesaksian firman Allah menentang ajaran “iman tanpa perbuatan” yang menjerat itu. Bukanlah iman yang hanya menuntut kemurahan Surga tanpa menyesuaikan dengan syarat-syarat atas mana kemurahan diberikan. Itu hanyalah dugaan, karena iman yang sejati berdasarkan janji-janji dan syarat-syarat Alkitab.
Jangan seorangpun menipu diri sendiri dengan kepercayaan bahwa mereka dapat menjadi kudus sementara dengan sengaja melanggar salah satu tuntutan-tuntutan Allah. Perbuatan dosa yang diketahui atau disengaja mendiamkan suara Roh, dan akan memisahkan jiwa dari Allah. “Dosa adalah pelanggaran kepada hukum.” Dan “setiap orang yang tetap berbuat dosa (melanggar hukum), tidak melihat dan tidak mengenal Dia.” (1 Yoh. 3:6). Walaupun Yohanes dalam surat-suratnya banyak menekankan tentang kasih yang sepenuhnya, namun ia tidak ragu-ragu menyatakan tabiat yang sebenarnya dari golongan yang mengaku dikuduskan sementara mereka hidup dalam pelanggaran hukukm Allah. “Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah.” (1 Yoh. 2:4,5). Inilah ujian pengakuan setiap orang. Kita tidak dapat mengatakan seseorang suci tanpa mengukurnya dengan satu-satunya standar kesucian baik di Surga maupun di dunia. Jika manusia tidak merasakan pengaruh dari hukum moral, jika mereka mengecilkan dan meremehkan ajaran-ajaran Allah, jika mereka melanggar salah satu yang terkecil dari perintah-perintah ini dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, mereka akan tidak berharga di pandangan Surga, dan kita akan tahu bahwa ajaran-ajaran dan tuntunan mereka itu tanpa dasar.
Dan pengakuan seseorang bahwa ia tanpa dosa, adalah suatu bukti bahwa ia yang membuat pengakuan itu sebenarnya jauh dari kudus. Hal itu disebabkan karena ia tidak mempunyai konsepsi yang benar mengenai kemurnian dan kesucian Allah, atau mengenai bagaimana caranya menjadi selaras dengan tabiat-Nya. Karena ia tidak mempunyai konsep yang benar mengenai kemurnian dan kekudusan Yesus yang ditinggikan dan permusuhan dan kejahatan dosa, sehingga orang menganggap dirinya suci. Semakin besar jarak antara dia dengan Kristus, dan semakin tidak memadai konsepsinya mengenai tabiat ilahi dan tuntutatn-Nya, semakin benar ia tampak oleh matanya sendiri.
Pengudusan yang diberikan di dalam Alkitab mencakup manusia seutuhnya — roh, jiwa dan badan. Rasul Paulus berdoa bagi orang-orang di Tesalonika, agar “semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita.” (1 Tes. 5:23). Sekali lagi ia menulis kepada orang-orang percaya, “Karena itu saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah.” (Rom. 12:1).
Pada zaman Israel kuno, setiap persembahan yang dibawa sebagai korban kepada Allah, harus diperiksa dengan teliti. Jika ditemukan cacad pada hewan yang diserahkan, persembahan itu akan ditolak, oleh karena Allah telah memerintahkan bahwa persembahan itu haruslah “tanpa cela.” Jadi orang Kristen di himbau untuk mempersembahan tubuhnya menjadi “persembahan yang hidup, kudus, dan bekenan kepada Allah.” Agar dapat melaksanakan ini, seluruh kuasa harus disimpan dalam keadaan yang paling baik. Setiap perbuatan yang melemahkan kekuatan fisik atau mental membuat seseorang tidak layak bagi pelayanan kepada Khalik-Nya. Dan apakah Allah akan senang dengan sesuatu yang kurang dari yang paling baik yang kita persembahkan kepada-Nya? Kristus berkata, “Hendaklah kamu mengasihi Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu.” Mereka yang mengasihi Allah dengan segenap hati ingin memberikan kepada-Nya pelayanan terbaik dari kehidupan mereka, dan mereka akan terus berusaha membawa seluruh kuasa tubuhnya tetap selaras dengan hukum yang mengembangkan kemampuan mereka untuk melakukan kehendak-Nya. Mereka tidak akan melemahkan atau mengotori persembahan yang mereka serahkan kepada Bapa surgawi oleh pemanjaan selera atau hawa nafsu.
Rasul Petrus berkata, “Saudara-saudara, . . . kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa.” (1 Pet. 2:11). Setiap pemuasan hawa nafsu dosa cenderung melumpuhkan kemampuan-kemampuan jasmani dan mematikan kemampuan pikirani dan rohani, sehingga firman atau Roh Allah hanya memberikan kesan lemah kepada hati. Rasul Paulus menulis kepada orang-orang Korintus, “Marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah.” (2 Kor. 7:1). Dan buah-buah Roh — kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan — digolongkan “penguasaan diri.”
Walaupun telah mengetahui pernyataan yang diilhamkan ini, betapa banyaknya orang yang mengaku orang Kristen melemahkan kuasa mereka dengan usaha mengejar keuntungan atau pendewaan mode; betapa banyaknya orang yang merendahkan peta Allah dalam diri mereka dengan kegelojohan, minuman keras, dan kesenangan-kesenangan yang terlarang. Dan jemaat, gantinya menegur, seringkali mendorong untuk berbuat jahat oleh memanjakan selera, keinginan untuk memperoleh keuntungan atau kecintaan kepada kepelesiran, untuk mengisi perbendaharaannya, yang tidak bisa dipenuhi oleh kasih kepada Kristus. Seandainya Yesus memasuki gereja zaman ini dan menyaksikan pesta pora dan kegiatan-kegiatan yang tidak suci yang dilakukan atas nama agama, apakah Ia tidak akan mengusir mereka sebagaimana Ia telah mengusir para penukar uang dari kaabah?
Rasul Yakobus menyatakan bahwa hikmat dari atas adalah “pertama murni.” Seandainya ia bertemu dengan mereka yang menyebut nama Yesus yang berharga dengan bibir yang dikotori oleh tembakau, dengan mereka yang nafasnya dan tubuhnya tercemar dengan bau busuk dan yang mengotori udara, dan memaksa orang-orang sekitarnya menghisap racun — seandainya rasul berhubungan dengan praktek-praktek yang bertentangan dengan kemurnian Injil, tidakkah ia akan mencelanya sebagai “duniawi, hawa nafsu, seperti setan?” Budak-budak kepada tembakau, yang menuntut berkat pengudusan menyeluruh, berbicara mengenai harapan mereka masuk Surga; tetapi firman Allah dengan jelas mengatakan bahwa “tidak akan masuk kedalamnya sesuatu yang najis.” (Wah. 21:27).
“Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah — dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1 Kor. 6:19,20). Ia yang tubuhnya adalah bait Roh Kudus tidak akan diperbudak oleh kebiasaan-kebiasaan yang berbahaya. Segala kekuatan dan kemampuannya adalah milik Kristus, yang telah membelinya dengan harga darah-Nya. Harta miliknya adalah milik Tuhan. Bagaimanakah ia dianggap tidak bersalah dalam memboroskan harta yang dipercayakan kepadanya? Orang-orang yang mengaku Kristen membelanjakan sejumlah besar uang setiap tahunnya kepada pemanjaan diri yang tidak berguna dan berbahaya, sementara jiwa-jiwa binasa tanpa firman yang hidup. Allah dirampok dalam persepuluhan dan persembahan, sementara mereka membakar di atas mezbah hawa nafsu yang merusak lebih banyak dari yang mereka berikan untuk menolong orang miskin atau untuk menolong pekerjaan Injil. Jika sekarang semua orang yang mengaku pengikut Kristus benar-benar dikuduskan, maka harta mereka, gantinya digunakan untuk pemanjaan diri yang sia-sia dan bahkan merusak, akan dikembalikan ke dalam perbendaharaan Tuhan, maka orang-orang Kristen akan memberikan satu teladan penguasaan diri, penyangkalan diri dan pengorbanan. Dengan demikian mereka akan menjadi terang dunia.
Dunia ini telah takluk kepada pemanjaan diri. “Keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup” (1 Yoh. 2:16), mengendalikan orang banyak. Tetapi pengikut-pengikut Kristus mempunyai panggilan yang lebih suci. “Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis.” (2 Kor. 6:17). Dalam terang firman Tuhan kita dibenarkan dalam menyatakan bahwa pengudusan tidak akan benar-benar bilamana tidak melepaskan usaha-usaha yang penuh dosa dan pemanjaan duniawi.
Kepada mereka yang setuju dengan syarat-syarat ini, “Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu . . . dan janganlah menjamah apa yang najis,” janji Allah adalah, “Maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi Bapamu dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan, demikianlah firman Tuhan, Yang Mahakuasa.” (2 Kor. 6:17,18). Adalah suatu kesempatan dan kewajiban setiap orang Kristen untuk mempunyai pengalaman yang kaya dan melimpah dalam perkara-perkara Allah. “Akulah terang dunia,” kata Yesus, “barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia mempunyai terang hidup.” (Yoh. 8:12). “Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari.” (Amsal 4:18). Setiap langkah iman dan penurutan membawa jiwa dalam hubungan yang lebih dekat dengan Terang dunia, yang padanya “tidak ada kegelapan sama sekali.” Cahaya terang Matahari Kebenaran bersinar ke atas hamba-hamba Allah dan mereka memantulkan sinar-sinar-Nya. Sebagaimana bintang-bintang memberitahukan kepada kita bahwa ada terang besar di langit yang dengan kemuliaannya mereka dibuat bersinar, demikianlah orang-orang Kristen menyatakan bahwa ada Allah di atas takhta semesta alam yang sifatnya patut dipuji dan ditiru. Karunia-karunia Roh-Nya, kemurnian dan kekudusan-Nya, akan dinyatakan dalam umat-umat-Nya sebagai saksi-saksi-Nya.
Rasul Paulus, dalam suratnya kepada orang-orang Kolose, mengemukakan berkat-berkat yang limpah yang diberikan kepada anak-anak Allah. Ia berkata, “Kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu. Kami meminta supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna, sehingga hidupmu layak dihadapan-Nya serta berkesan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah, dan dikuatkan dengan segala kekuatan oleh kuasa kemuliaan-Nya untuk menanggung segala sesuatu dengan tekun dan sabar.” (Kolose 1:9-11).
Sekali lagi ia menuliskan kerinduannya agar saudara-saudara di Epesus mengerti tingginya kesempatan Kristen. Ia membukakan dihadapan mereka, dengan bahasa yang sangat luas, kuasa dan pengetahuan ajaib yang boleh mereka miliki sebagai anak-anak laki-laki dan perempuan Yang Mahatinggi. Adalah bagian mereka untuk dikuatkan dan diteguhkan oleh Roh-Nya di dalam batin mereka, sehingga iman mereka berakar dan berdasar di dalam kasih, untuk memahami bersama-sama segala orang kudus, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Tetapi doa rasul itu mencapai klimaks kesempatan pada waktu ia berdoa, “supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah.” (Ef 3:16-19).
Di sini dinyatakan tingginya pencapaian yang dapat dicapai melalui iman pada janji-janji Bapa surgawi kita kalau kita memenuhi tuntutan-Nya. Melalui jasa-jasa Kristus, kita dapat datang kepada takhta Yang Mahakuasa. “Ia yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkannya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu bagi kita bersama-sama dengan Dia?”(Rom. 8:32). Bapa memberikan Roh-Nya kepada Anak-Nya tanpa batas, dan kita juga bisa mengambil bagian dalam kepenuhannya. Yesus berkata, “Jadi, jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di Surga. Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” (Lukas 11:13). “Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku atas nama-Ku, Aku akan melakukannya.” “Mintalah maka kamu akan menerima supaya penuhlah sukacitamu.” (Yoh. 14:14; 16:24).
Sementara kehidupan Kristen akan ditandai oleh kerendahan hati, tetapi tidak mesti ditandai oleh kesedihan dan rendah diri. Adalah kesempatan setiap orang untuk hidup sedemikian rupa sehingga Allah berkenan kepadanya. dan memberkatinya. Bukanlah kehendak Bapa surgawi kita agar kita tetap di bawah hukum dan kegelapan. Kepala yang selalu tertunduk dan hati yang dipenuhi dengan pemikiran diri sendiri bukanlah bukti kerendahan hati yang sejati. Kita boleh datang kepada Yesus dan dibasuh, dan berdiri di hadapan hukum tanpa malu dan perasaan bersalah yang mendalam. “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus. Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.” (Rom 8:1).
Melalui Kristus anak-anak Adam yang jatuh menjadi “anak-anak Allah.” “Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu; itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara.” (Iberani 2:11). Kehidupan Kristen haruslah merupakan suatu kehidupan iman, kemenangan dan sukacita di dalam Allah. “Sebab semua yang lahir dari Allah mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita.” (1 Yoh. 5:4). Hamba Allah Nehemia berkata dengan sungguh-sungguh, “Sebab sukacita karena Tuhan itulah perlindunganmu!” (Neh. 8:11). Dan Rasul Paulus berkata, “Bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” “Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” (Filipi 4:4; 1 Tes. 5:16-18).
Demikianlah buah-buah pertobatan dan pengudusan menurut Alkitab; dan adalah oleh karena prinsip-prinsip kebenaran agung yang terdapat di dalam hukum Allah begitu disepelekan oleh dunia Kristen, sehingga buah-buah ini begitu jarang dapat disaksikan. Itulah sebabnya mengapa sedikit saja terlihat pekerjaan Roh Allah yang dalam yang menandai kebangunan rohani pada tahun-tahun terdahulu.
Adalah oleh memandang kita berubah. Dan pada waktu ajaran-ajaran kudus di mana Allah telah membukakan kepada manusia penyempurnaan dan penyucian tabiat-Nya dilalaikan, dan pikiran orang-orang telah ditarik kepada ajaran-ajaran dan teori-teori manusia, maka tidak heran kalau terjadi kemerosotan kehidupan saleh gereja. Tuhan berkata, “Mereka meninggalkan Aku, sumber air hidup, untuk menggali kolam bagi mereka sendiri, yakni kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air.” (Yer. 2:13). “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik . . . tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.” (Maz. 1:1-3). Hanya kalau hukum Allah dikembalikan kepada kedudukannya yang benar barulah ada kebangunan iman yang sederhana dan kesalehan di antara umat-umat-Nya. “Beginilah firman Tuhan: Ambillah tempatmu di jalan-jalan dan lihatlah, tanyakanlah jalan-jalan yang dahulu kala, di manakah jalan yang baik, tempuhlah itu, dengan demikian jiwamu mendapat ketenangan.” (Yer. 6:16).
-KA