“Kemudian berdirilah ia di depan mezbah TUHAN di hadapan segenap jemaah Israel, lalu menadahkan tangannya; ——karena Salomo telah membuat sebuah mimbar tembaga yang panjangnya lima hasta, lebarnya lima hasta dan tingginya tiga hasta, yang ditaruhnya di halaman— ia berdiri di atasnya lalu berlutut di hadapan segenap jemaah Israel dan menadahkan tangannya ke langit, sambil berkata: Ya TUHAN, Allah Israel! tidak ada Allah seperti Engkau di langit dan di bumi; Engkau yang memelihara perjanjian dan kasih setia kepada hamba-hamba-Mu yang dengan segenap hatinya hidup di hadapan-Mu” (2 Tawarikh 6:12-14).
[AkhirZaman.org] Untuk bertelut ketika berdoa kepada Allah merupakan suatu sikap yang layak untuk dimiliki. Tindakan ibadah ini diwajibkan kepada tiga tawanan lbrani di Babel itu . . . . Tetapi tindakan yang seperti itu adalah penghormatan yang diberikan kepada Allah sendiri— Penguasa dunia, Penguasa alam semesta; dan tiga orang lbrani ini menolak untuk memberikan penghormatan kepada tiap berhala meskipun yang terbuat dari emas murni. Dalam melakukan yang seperti itu, untuk semua kepentingan dan maksud, mereka akan menyembah raja Babel. Menolak melakukan apa yang raja perintahkan, mereka harus menderita hukumannya, dan dilemparkan ke dalam dapur api. Tetapi Kristus datang dalam bentuk manusia dan berjalan menyertai mereka dalam api, dan mereka tidak apa-apa. Baik dalam ibadah umum dan pribadi merupakan tugas kita untuk berlelut di hadapan Allah ketika kita melayangkan permohonan kita kepada-Nya. Tindakan ini menunjukkan ketergantungan kita kepada Allah.
Pada waktu melaksanakan ibadah di Bait suci, Salomo berdiri menghadap mezbah. Di ruangan di Bait suci ada perancah atau suatu mimbar tembaga, dan setelah menaikkan doa, ia berdlri dan mengangkat tangan-tangannya ke langit, dan memberkati jemaat Israel itu, dan semua jemaat Israel berdiri . . . . “—Karena Salomo telah membuat sebuah mimbar tembaga yang panjangnya lima hasta, lebarnya lima hasta dan tingginya tiga hasta, yang ditaruhnya di halaman; ia berdiri di atasnya lalu berlutut di hadapan segenap jemaah Israel dan menadahkan tangannya ke langit” (2 Tawarikh 6:13). . Doa yang panjang yang ia telah panjatkan adalah tepat pada peristiwa itu. Hal itu diilhami oleh Allah, menunjukkan perasaan kesalehan yang paling mulia bercampur dengan kerendahan hati yang paling dalam.
( 2 SM 312, 313 )