PERANG SAUDARA MEMAKSA ANAK-ANAK JADI TENTARA

perang saudara

[AkhirZaman.org] John saat itu masih berusia 15 tahun, saat dirinya secara paksa direkrut oleh Gerakan Pembebasan Nasional Sudan Selatan. “Mereka menangkap saya saat kami pergi ke kebun,” kata dia seperti dilansir dari laman Al Jazeera, Rabu (13/2).

Dia adalah satu dari 700 anak-anak yang dalam beberapa tahun terakhir dibebaskan dari kelompok bersenjata di Sudan.

“Hidup di semak-semak itu keras dan jika Anda mencoba kabur, mereka akan mencari Anda sampai mereka menemukan dan mereka akan membawa Anda kembali,”.

Salah seorang remaja lainnya, Sarah yang berusia 13 tahun, juga diambil oleh Gerakan Pembebasan Nasional.

“Saya saat itu bekerja di kebun ketika melihat orang-orang ini datang, kemudian saya mulai berlari,” katanya.

“Mereka kemudian mencegat saya, dan bertanya mengapa saya berlari? Saya berhenti dan mereka berkata kepada saya, jika saya lari mereka akan menembak dengan pistol, dan saya berhenti berlari,”.

Perang saudara di Sudan Selatan sekarang sudah memasuki tahun ke lima. Perang telah membunuh ribuan orang dan memaksa jutaan lainnya meninggalkan kampung halaman.

Pada hari Kamis Gerakan Pembebasan Nasional telah membebaskan lebih dari 300 anak di Yambio.

Brigadir Abel Matius dari kelompok bersenjata tersebut menyangkal bahwa anak-anak tersebut diambil secara paksa.

“Mereka tidak benar-benar dipaksa, tetapi kondisi yang memaksa mereka untuk bergabung dengan kita,” katanya kepada Al Jazeera.

Menurut UNICEF, jumlah tentara anak di Sudan Selatan telah meningkat sejak perang dimulai pada 2013. Dalam lima tahun terakhir, secara bergantian hampir 2.000 anak telah dikerahkan.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan hampir semua kelompok bersenjata di negara itu merekrut anak-anak sebagai prajurit perang.

Senin lalu menjadi Hari Internasional melawan Penggunaan Tentara Anak-anak. Hari Internasional tersebut dimulai pada tahun 2002, yaitu ketika Protokol Opsional untuk Konvensi Hak Anak tentang Keterlibatan Konflik Bersenjata mulai berlaku pada tanggal 12 Februari 2002.

Sayangnya, banyak anak yang telah dilepaskan tak tahu di mana keberadaan keluarganya.

“Tantangan terbesar adalah reintegrasi (penyatuan kembali),” kata Perwakilan UNICEF untuk Sudan Selatan, Mahombo Mdoe kepada Al Jazeera.

Bagi orang lain, pertempuran telah menjadi cara hidup.

“Ini adalah proses yang membutuhkan waktu, dua sampai tiga tahun agar anak bisa kembali ke rumah dan beradaptasi. Masih banyak anak yang harus dilepaskan,”.

Perhatiannya kini lebih fokus pada kehidupan anak-anak pasca dibebaskan dari kelompok bersenjata. Agar mereka tidak direkrut kembali.

John dan Sarah mengatakan mereka tidak ingin kembali ke medan perang.

Tapi mereka juga takut dengan masa depan, setelah pengalaman masa lalu mereka dan bertanya-tanya apakah mereka mungkin dipaksa lagi untuk berperang.

https://goo.gl/VQNyBD

Perang tidak hanya mengorbankan nyawa seseorang namun juga mengorbankan pendidikan seorang anak untuk mengecap indahnya sebuah kehidupan, tetapi sebaliknya mereka di lahirkan hanya untuk mati sia-sia.

Sungguh mengenaskan Pemimpin-pemimpin yang mengedepankan peperangan dibandingkan dengan kedamaian.

“Beginilah firman TUHAN: “Karena tiga perbuatan jahat Israel bahkan empat, Aku tidak akan menarik kembali keputusan-Ku Oleh karena mereka menjual orang benar karena uang dan orang miskin karena sepasang kasut; mereka menginjak-injak kepala orang lemah ke dalam debu dan membelokkan jalan orang sengsara; anak dan ayah pergi menjamah seorang perempuan muda, sehingga melanggar kekudusan nama-Ku.” Amos 2:6, 7.

*(Ezr.th)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *