“Karena sekalipun la telah disalibkan oleh karena kelemahan, namun Ia hidup karena kuasa Allah. Memang kami adalah lemah di dalam Dia, tetapi kami akan hidup bersama-sama dengan Dia untuk kamu karena kuasa Allah. Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak
tahan uji” (2 Korintus 13:4, 5).
[AkhirZaman.org] Allah menuntut kita supaya menyesuaikan diri kepada citra-Nya. Kekudusan adalah pantulan cahaya cemerlang kemuliaan-Nya dari umat-Nya. Telapi supaya dapat memantulkan kemuliaan ini, manusia harus bekerja dengan Allah.
Hati dan pikiran harus dikosongkan dari semua yang membawa kepada yang salah. Firman Allah harus dibaca dan dipelajari dengan suatu kerinduan yang sungguh-sungguh untuk memperoleh darinya kuasa rohani. Roti dari surga harus dimakan dan dicerna, supaya roti itu dapat menjadi sebagian dari kehidupan. Begitulah kita memperoleh hidup yang kekal. Maka terjawablah doa Juruselamat, “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran: firman-Mu adalah kebenaran.”—Letter153, 1902.
Banyak yang mengaku bahwa mereka telah disucikan bagi Allah, namun bilamana standar besar kebenaran disampaikan kepada mereka maka mereka menjadi sangat bergairah dan menyatakan suatu roh yang membuktikan bahwa mereka tidak tahu apa-apa tentang apa artinya disucikan. Mereka tidak memiliki pikiran Kristus; karena mereka yang benar-benar disucikan akan tunduk dan taat pada Firman Allah secepat itu diungkapkan kepada mereka, dan mereka akan menyatakan suatu kerinduan yang kuat untuk mengetahui apakah kebenaran itu pada setiap hal tentang doktrin. Suatu perasaan yang menggebu-gebu bukan merupakan bukti penyucian. Penyataan, “Aku sudah selamat, aku sudah selamat,” tidak membuktikan bahwa jiwa itu telah diselamatkan atau disucikan.
Banyak yang sangat bergairah diberitahu bahwa mereka telah disucikan, padahal mereka tidak memiliki gagasan yang cerdas tentang apa artinya istilah itu, karena merekatidak mengetahui Kitab Suci atau kuasa Allah. Mereka memuji diri mereka sendiri bahwa mereka lelah menyesuaikan diri kepada kehendak Allah oleh sebab mereka merasa senang; tetapi ketika mereka diuji, ketika Firman Allah dibawa untuk dikenakan kepada pengalaman mereka, mereka menutup telinga mereka untuk mendengar kebenaran itu, sambil mengatakan, “Aku sudah disucikan,” dan hal itu menyudahi penantangan. Mereka tidak melakukan apa-apa untuk menyelidiki Kitab Suci supaya mengetahui apa kebenaran itu, dan membuktikan bahwa mereka menipu dirinya sendiri secara mengerikan. Penyucian berarti jauh lebih banyak daripada sekadar perasaan senang.
(3SM 203, 204)