ORANG ORANG WALDENSIA (3)

penulisan-alkitab Copy

 

(dalam pelajaran sejarah nubuatan lalu telah kita pelajari mengenai orang-orang Waldensia yang bersembunyi hingga ke celah-celah pegunungan Alpen demi kebebasan dari Roma Kepausan dan untuk beribadah kepada Allah)

[AkhirZaman.org] Para pemuda menerima pengajaran dari para pendeta mereka. Alkitab dijadikan mata pelajaran utama, sementara perhatian juga diberikan kepada cabang-cabang pengetahuan umum lainnya. Injil Matius dan Yohanes dihafalkan dengan tulisan para rasul lainnya. Mereka juga dipekerjakan untuk menyalin Alkitab. Sebagian naskah berisi seluruh Alkitab itu, sebagian lagi hanya berisi pilihan-pilihan singkat, sebagian berisi keterangan ayat-ayat yang diberikan oleh mereka yang mampu menjelaskan Alkitab itu. Dengan demikian dimunculkanlah harta kebenaran yang telah lama disembunyikan oleh mereka yang berusaha meninggikan dirinya di atas Allah.

Dengan sabar, dengan kerja keras yang tak mengenal lelah, kadang-kadang di dalam gua-gua yang dalam dan gelap di dalam tanah, yang diterangi hanya oleh obor, Alkitab itu telah ditulis ayat demi ayat, fatsal demi fatsal. Demikianlah pekerjaan itu berjalan terus, kehendak Allah yang telah dinyatakan itu bersinar terus seperti emas murni. Betapa semakin bersinar, semakin terang dan semakin berkuasanya kehendak Allah itu oleh karena mengalami pencobaan, hanya mereka yang terlibat langsung dalam pekerjaan ini saja yang dapat mengetahuinya. Malaikat-malaikat dari surga mengelilingi pekerja-pekerja yang setia ini.

Setan telah mendesak imam kepausan dan pejabat-pejabat tingginya untuk mengubur Firman kebenaran itu di bawah sampah kesalahan, kemurtadan dan ketakhyulan. Tetapi dengan cara yang paling mengherankan firman itu telah terpelihara dengan murni sepanjang Zaman Kegelapan. Firman itu tidak membawa cap manusia, tetapi meterai Allah. Manusia tidak jemu-jemunya berusaha mengaburkan arti Alkitab yang sederhana dan jelas, dan membuatnya bertentangan kepada kesaksian mereka sendiri. Tetapi seperti bahtera di atas laut yang bergelombang besar, Firman Allah itu mengatasi badai yang mengancamnya dengan kebinasaan. Sebagaimana tambang yang berisi emas dan perak tersembunyi jauh di bawah permukaan tanah, demikianlah semua orang harus menggali untuk mendapatkan kandungannya yang berharga. Demikianlah juga Alkitab mengandung harta kebenaran yang akan dinyatakan hanya oleh mencarinya dengan sungguh-sungguh, rendah hati serta dengan doa. Allah merancang Alkitab itu sebagai buku pelajaran bagi semua umat manusia, pada masa kanak-kanak, pemuda dan dewasa, dan untuk dipelajari sepanjang masa. Ia memberikan firman-Nya kepada manusia sebagai penyataan diri-Nya sendiri. Setiap kebenaran baru yang terlihat adalah pernyataan segar tabiat Pengarangnya. Mempelajari Alkitab adalah cara yang ditetapkan ilahi untuk menghubungkan manusia itu lebih dekat kepada Penciptanya, dan memberikan kepada mereka pengetahuan yang lebih jelas mengenai kehendak-Nya. Alkitab itu adalah media komunikasi antara Allah dan manusia.

Sementara orang-orang Waldensia itu menganggap bahwa takut akan Allah adalah permulaan kebijaksanaan, mereka juga tidak buta terhadap pentingnya hubungan dengan dunia ini, dengan pengetahuan mengenai manusia dan kehidupan yang aktif, di dalam memperluas pemikiran dan mempercepat daya tangkap. Dari sekolah-sekolah mereka di pegunungan, beberapa pemuda telah mereka kirim ke institusi pendidikan di kota-kota Perancis dan Italia, di mana terdapat bidang-bidang studi, pemikiran dan pengamatan yang lebih luas daripada di kampung halaman mereka di pegunungan Alpen. Pemuda-pemuda yang dikirim itu terbuka kepada pencobaan. Mereka menyaksikan kejahatan dan kebejatan, menghadapi agen-agen cerdik Setan yang membujuk mereka dengan bujukan yang paling halus dan penipuan yang paling berbahaya. Tetapi pendidikan mereka sejak kecil telah menjadi tabiat yang mempersiapkan mereka untuk menghadapi semua pencobaan ini.

Di sekolah-sekolah yang mereka masuki, mereka tidak membuat persahabatan karib dengan siapapun. Jubah-jubah mereka telah di buat sedemikian rupa sehingga dapat menyembunyikan harta yang paling mahal — naskah-naskah berharga Alkitab. Ini semua, adalah hasil kerja berbulan-bulan dan bertahun-tahun, mereka bawa bersama mereka, dan bilamana keadaan memungkinkan tanpa menimbulkan kecurigaan, mereka dengan hati-hati meletakkan barang-barang itu di jalan orang-orang yang hatinya tampaknya terbuka untuk menerima kebenaran. Dari sejak pangkuan ibu, pemuda Waldensia telah dilatih untuk maksud ini. Mereka mengerti pekerjaan mereka dan melakukannya dengan setia. Orang-orang yang bertobat kepada iman yang benar telah dimenangkan di institusi pendidikan ini, dan sering prinsip-prinsipnya telah menyusup ke seluruh sekolah. Namun para pemimpin kepausan tidak dapat menelusuri asal-usul apa yang mereka sebut kemurtadan yang bejat atau bida’ah, meskipun dilakukan penyelidikan yang ketat.

ktbhdibkit CopyRoh Kristus adalah roh pengabar Injil (misionaris). Gerakan pertama hati yang dibaharui adalah membawa orang-orang lain juga kepada Juru Selamat. Demikianlah juga roh orang-orang Kristen Vaudois. Mereka merasa bahwa Allah meminta dari mereka lebih dari sekedar memelihara kebenaran itu dalam kemurniannya di dalam jemaat mereka, bahwa tanggungjawab yang sungguh-sungguh ditanggungkan kepada mereka untuk memancarkan terangnya menyinari mereka yang berada di dalam kegelapan. Dengan kuasa sangat hebat firman Allah, mereka berusaha mematahkan rantai perbudakan yang dilakukan oleh Roma. Pendeta-pendeta Vaudois telah dilatih sebagai misionaris. Setiap orang yang diharapkan memasuki pelayanan kependetaan, pertama-tama harus mempunyai pengalaman sebagai pengabar Injil atau evangelis. Mereka harus melayani selama tiga tahun di berbagai ladang misi sebelum mereka diberi tanggungjawab mengurus jemaat di kampung halamannya. Pekerjaan ini, yang menuntut penyangkalan diri dan pengorbanan pada permulaannya, adalah penyesuaian pendahuluan kepada kehidupan kependetaan, yang pada waktu itu yang mencobai jiwa seseorang. Pemuda yang menerima penahbisan kepada jabatan kudus, memandang ke depan bukan kepada harta dan kemuliaan dunia, tetapi kepada kehidupan yang penuh kerja keras dan bahaya, dan mungkin nasib sebagai syahid (martir). Para misionaris itu keluar berdua-dua, sebagaimana Yesus mengirimkan murid-murid-Nya. Setiap orang muda biasanya ditemani oleh seorang yang lebih tua dan berpengalaman. Orang muda itu, yang di bawah bimbingan temannya yang bertanggungjawab untuk melatihnya, harus mematuhi dan memperhatikan pengajaran yang diberikan oleh temannya. Kedua teman sekerja ini tidak selamanya bersama-sama, tetapi sering bertemu untuk berdoa dan memperoleh petunjuk atau nasihat, dengan demikian menguatkan satu sama lain di dalam iman.

Jika tujuan misi mereka ketahuan, pastilah mereka akan gagal. Oleh sebab itu, dengan hati-hati dan cermat mereka harus menyembunyikan maksud mereka yang sebenarnya. Setiap pendeta mempunyai pengetahuan mengenai perdagangan atau bidang-bidang profesi lain, dan para misionaris itu melakukan tugas-tugas misionarisnya secara rahasia di bawah naungan profesinya sebagai pedagang atau yang lain-lain. Biasanya mereka memilih sebagai pedagang atau penjaja barang-barang. “Mereka membawa kain sutera, batu permata, dan barang-barang lain yang pada waktu itu tidak mudah dapat dibeli kecuali di pasar-pasar yang jauh. Dan mereka disambut sebagai pedagang, yang seharusnya mereka ditolak dengan kasar kalau sebagai misionaris.” — Wylie, b. 1, ch. 7.

Sementara itu hati mereka terangkat kepada Allah memohon akal budi untuk menyatakan harta yang lebih berharga dari emas atau batu permata. Dengan secara rahasia dan diam-diam mereka membawa salinan Alkitab, baik sebagian maupun seluruhnya. Dan bilamana kesempatan muncul, mereka menarik perhatian langganan kepada naskah-naskah ini. Sering perhatian untuk membaca firman Tuhan dibangkitkan, dan beberapa bagian-bagian Alkitab itu ditinggalkan pada mereka yang berminat menerimanya.

Pekerjaan para misionaris ini dimulai di dataran dan lembah-lembah di kaki pegunungan mereka, tetapi kemudian meluas ke luar dari daerahnya itu. Dengan kaki telanjang dan dengan jubah yang kasar seperti yang dipakai Tuhannya dahulu, mereka melewati kota-kota besar dan menembusi negeri-negeri yang jauh. Di mana-mana mereka menebarkan benih yang berharga itu. Gereja-gereja bertumbuh di sepanjang jalan yang mereka lalui. Dan darah orang yang mati syahid itu menjadi saksi bagi kebenaran. Hari Allah akan menyatakan tuaian yang limpah jiwa-jiwa yang dikumpulkan sebagai hasil pekerjaan orang-orang yang setia ini. Dengan terselubung dan dengan diam-diam, firman Tuhan menerobos Kekristenan, dan menemui penerimaan dengan senang hati di rumah-rumah dan di dalam hati orang-orang.

book candle the bible CopyBagi orang-orang Waldensia Alkitab bukanlah sekedar catatan apa yang dilakukan Allah kepada manusia pada masa lalu, dan suatu pernyataan tanggungjawab dan tugas pada masa kini, tetapi membukakan marabahaya dan kemuliaan pada masa yang akan datang. Mereka percaya bahwa tidak jauh lagi akhir dari segala sesuatu. Dan sementara mereka mempelajari Alkitab di dalam doa dan air mata, mereka semakin mendapat kesan mendalam dengan kata-katanya yang berharga itu, dan dengan tugas mereka untuk memberitahukan kepada orang lain mengenai kebenaran yang menyelamatkan itu. Mereka melihat rencana keselamatan itu dengan jelas dinyatakan di halaman-halamannya yang kudus. Dan mereka menemukan penghiburan, pengharapan dan kedamaian di dalam mempercayai Yesus. Sementara itu menerangi pengertian mereka dan memberi kegembiraan kepada hati mereka, mereka rindu untuk menyinarkan terang itu kepada orang-orang lain yang berada di dalam kegelapan kesalahan kepausan.

Mereka melihat bahwa di bawah tuntunan paus dan imam-imamnya orang banyak dengan sia-sia berusaha memperoleh pengampunan oleh menyiksa tubuhnya untuk dosa-dosa jiwa mereka. Diajar untuk percaya kepada pekerjaan baik untuk menyelamatkan mereka, mereka selalu memandang kepada dirinya sendiri, pikiran mereka tetap dalam keadaannya yang berdosa. Mereka melihat diri mereka dihadapkan kepada murka Allah, yang menyiksa jiwa dan tubuh, namun tidak ada kelepasan. Dengan demikian jiwa-jiwa itu telah diikat oleh ajaran-ajaran atau doktrin-doktrin Roma. Beribu-ribu orang meninggalkan teman-temannya dan kaum keluarganya dan menghabiskan waktunya di dalam sel-sel biara. Dengan berpuasa berulang-ulang dan dengan mencambuk dengan kejam, dengan berdoa semalam-malaman, dengan tertelentang lemah berjam-jam lamanya di atas lantai yang dingin dan lembab yang sangat menyedihkan, dengan pengembaraan dan ziarah yang jauh, dengan menghukum diri sendiri untuk menebus dosa-dosa dan penyiksaan yang mengerikan, ribuan orang dengan sia-sia mencari kedamaian hati nurani. Ditekan oleh perasaan berdosa, dan dibayang-bayangi oleh ketakutan kepada murka pembalasan Allah, banyaklah yang menderita sampai menemui ajalnya tanpa seberkas sinar pengharapan mereka memasuki kuburnya.

Orang-orang Waldensia rindu untuk membagi-bagikan roti hidup kepada jiwa-jiwa yang kelaparan ini, membukakan kepada mereka kabar kedamaian di dalam janji-janji Allah, dan menuntun mereka kepada Kristus sebagai satu-satunya pengharapan keselamatan mereka. Doktrin yang mengatakan bahwa perbuatan baik boleh menyucikan pelanggaran kepada hukum Allah yang mereka pegang, didasarkan atas kepalsuan. Kebergantungan kepada jasa manusia menghalangi pandangan kepada kasih Kristus yang tidak terbatas itu. Yesus mati sebagai korban bagi manusia, sebab manusia yang sudah jatuh itu tidak dapat berbuat apa-apa untuk menyenangkan Allah atas dirinya. Jasa Juruselamat yang sudah tersalib dan bangkit kembali itu adalah azas iman Kristen. Ketergantungan jiwa-jiwa kepada Kristus adalah suatu realita, dan hubungan jiwa-jiwa itu kepada-Nya haruslah sedekat seperti anggota tubuh kepada badan atau seperti cabang kepada pokok anggur itu.

Pengajaran para paus dan imam-imam telah menuntun manusia memandang tabiat Allah, dan bahkan Kristus, sebagai yang keras, bengis, suram dan menakutkan. Juruselamat dinyatakan sebagai yang tidak mempunyai simpati kepada manusia di dalam keadaannya yang telah jatuh, sehingga pengantaraan imam-imam dan orang-orang kudus perlu dimintakan. Mereka yang pikirannya telah diterangi oleh firman Allah rindu untuk menunjukkan jiwa-jiwa ini kepada Yesus sebagai Juruselamatnya yang berbelas kasihan dan yang penuh kasih sayang. Juruselamat yang merentangkan tangan-Nya berdiri mengundang semua orang untuk datang kepada-Nya dengan beban dosa mereka, dengan kekhawatirannya dan keletihannya. Mereka rindu untuk menyingkirkan semua hambatan yang telah ditumpuk oleh Setan sehingga orang-orang tidak bisa lagi melihat janji-janji Tuhan, dan datang langsung kepada Allah, mengakui dosa-dosa dan memperoleh pengampunan dan perdamaian.

Dengan kerinduan, misionaris Vaudois itu membukakan kabar Injil kebenaran yang berharga itu kepada pikiran orang-orang yang bertanya-tanya. Dengan hati-hati ia memberikan bagian Alkitab yang telah disalin. Adalah merupakan kesukaan besar baginya untuk memberikan pengharapan bagi jiwa-jiwa yang dilanda dosa, jiwa yang sungguh-sungguh, yang melihat hanya Allah pembalas, yang menunggu pelaksanaan pengadilan. Dengan bibir yang gemetar dan mata yang berlinang air mata, ia sering melipat lututnya, membukakan kepada saudara-saudaranya janji-janji mulia yang dinyatakan menjadi harapan satu-satunya bagi orang berdosa. Demikianlah terang kebenaran itu menerusi banyak pikiran yang telah digelapkan, menggulung kembali awan gelap sampai Matahari Kebenaran bersinar ke dalam hati dengan kesembuhan di dalam sinar-Nya. Sering terjadi bahwa beberapa bagian Alkitab dibaca berulang-ulang; yang mendengarkan mau agar diulangi, seolah-olah untuk memastikan kepada dirinya bahwa ia telah mendengarnya dengan benar. Khususnya pengulangan kata-kata ini sangat dirindukan, “Darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa” (1 Yoh. 1:7). “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:14,15).

Banyaklah yang tidak dapat ditipu sehubungan dengan tuntutan-tuntutan Roma. Mereka melihat betapa sia-sianya pengantaraan orang-orang atau malaikat-malaikat atas orang-orang berdosa. Sementara terang benar itu terbit di dalam pikiran mereka, mereka berseru dengan sukacita, “Kristuslah imanku; darah-Nyalah korbanku; mezbah-Nyalah tempat pengakuanku.” Mereka menaruh dirinya sepenuhnya kepada jasa Yesus, lalu mengulang-ulangi perkataan ini, “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah” ( Ibrani 11:6). “Sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah 4:12).

Kepastian kasih Juruselamat tampaknya terlalu banyak untuk disadari oleh jiwa-jiwa malang yang dilanda topan kebingungan. Begitu besar kelegaan yang diberikannya, sinar yang begitu terang dipancarkan kepada mereka, sehingga mereka merasa seolah-olah telah diangkat ke surga. Tangan mereka dengan yakin diletakkan di atas tangan Kristus. Kaki mereka dijejakkan di atas Batu Zaman. Semua ketakutan kepada kematian telah sirna. Sekarang mereka dapat menghadapi penjara dan dapur api jika dengan itu mereka bisa memuliakan nama Penebus mereka.

Di tempat-tempat rahasia firman Allah telah dibawakan dan dibaca, kadang-kadang kepada perseorangan, kadang-kadang kepada sekelompok kecil orang yang rindu kepada terang dan kebenaran. Seringkali sepanjang malam digunakan dengan cara ini. Begitu besar keheranan dan kekaguman para pendengar sehingga tidak jarang pemberita belas kasihan itu dipaksa untuk menghentikan pembacaannya sampai pengertian mereka dapat menangkap berita keselamatan itu. Sering kata-kata seperti ini diucapkan, “Maukah Allah menerima persembahanku? Maukah Ia tersenyum kepadaku? Maukah Ia mengampuni aku?” Lalu dibacakan jawabnya, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Matius 11:28).

yesus-kristus CopyIman menangkap janji itu, dan respons kesukaanpun terdengarlah: “Tidak perlu lagi mengadakan perjalanan ziarah yang jauh, tidak perlu lagi perjalanan ke kuil-kuil yang meletihkan. Aku boleh datang kepada Yesus sebagaimana aku ada, penuh dosa dan cemar, dan Ia tidak akan menghinakan doa penyesalan atau pertobatan. ‘Dosamu diampuni.’ Dosaku, bahkan dosaku, juga dapat diampuni!”

Suatu arus sukacita yang suci akan memenuhi hati, dan nama Yesus akan dibesarkan oleh puji-pujian dan ucapan terimakasih dan syukur. Jiwa-jiwa yang berbahagia itu kembali ke kampung halaman mereka masing-masing untuk menyebarkan terang, untuk menceriterakan kembali pengalaman baru mereka kepada orang lain, sebaik mereka bisa, bahwa mereka telah menemukan Jalan yang hidup dan benar. Ada kuasa yang aneh dan khidmat di dalam firman Alkitab yang berbicara langsung ke dalam hati orang-orang yang rindu kepada kebenaran. Itu adalah suara Allah, yang membawa keyakinan kepada mereka yang mendegarkannya.

Pemberita atau pesuruh kebenaran itu meneruskan perjalanannya. Tetapi penampilannya yang rendah hati, ketulusannya, kesungguh-sungguhannya dan semangatnya yang menyala-nyala sering menjadi pokok pembicaraan. Dalam berbagai hal pendengar-pendengarnya tidak menanyakan kapan ia datang dan kemana ia akan pergi. Mereka begitu dipenuhi, mula-mula dengan kejutan, dan sesudah itu rasa syukur dan sukacita, sehingga tidak terpikir lagi untuk bertanya. Bilamana mereka membujuknya bersama ke rumah mereka, ia menjawab bahwa ia harus mengunjungi domba yang hilang dari kawanannya. Apakah ia itu malaikat dari surga? Mereka bertanya.

Dalam berbagai keadaan, pemberita atau pesuruh kebenaran itu tidak kelihatan lagi. Ia telah pergi ke negeri lain, atau ia telah disekap di dalam penjara bawah tanah, atau barangkali ia telah dibunuh di tempat ia menyaksikan kebenaran itu. Tetapi firman yang ditinggalkannya di belakangnya tidak dapat dibinasakan. Firman itu telah bekerja di dalam hati orang-orang. Hasil terbaiknya hanya akan diketahui pada waktu penghakiman.

Para misionaris Waldensia itu telah menyerbu kerajaan Setan. Dan kuasa kegelapan bangkit dengan kewaspadaan yang lebih besar. Setiap usaha untuk memajukan kebenaran diamati dengan seksama oleh raja kejahatan, dan ia menimbulkan rasa takut agen-agennya. Para pemimpin kepausan melihat gejala-gejala yang membahayakan kepentingan mereka dari usaha-usaha yang rendah hati ini. Jika terang kebenaran dibiarkan bersinar tanpa hambatan, maka ia akan menyapu bersih awan tebal kesalahan yang menyelimuti orang-orang. Terang itu akan menuntun pikiran manusia hanya kepada Allah saja, dan dengan demikian akan menghancurkan supremasi Roma.

Kehadiran orang-orang ini, yang berpegang kepada iman yang mula-mula itu, telah menjadi kesaksian tetap kepada kemurtadan Roma, dan oleh sebab itu telah membangkitkan kebencian dan penganiayaan yang paling kejam. Penolakan mereka menyerahkan Alkitab itu juga merupakan suatu pelanggaran yang tidak bisa diterima oleh Roma. Roma memutuskan untuk menghapuskan mereka dari muka bumi ini. Sekarang mulailah perang melawan umat Allah di rumah mereka di pegunungan. Para pemeriksa mulai bekerja, maka terulanglah pembantaian orang-orang yang tidak bersalah, seperti Habil yang tidak bersalah dahulu itu dibantai oleh Kain, si pembunuh.

Lagi-lagi tanah mereka yang subur diterlantarkan, tempat tinggal dan rumah kebaktian mereka disapu bersih, sehingga yang pada suatu waktu adalah ladang-ladang subur dan rumah orang-orang yang tidak bersalah dan rajin, sekarang yang tinggal hanyalah kegersangan. Sebagaimana binatang buas semakin buas setelah menghisap darah, demikianlah amukan orang-orang kepausan dinyalakan semakin besar oleh penderitaan korban mereka. Banyak dari saksi-saksi ini oleh karena iman mereka dikejar-kejar ke gunung-gunung, diburu sampai ke lembah-lembah di mana mereka bersembunyi, yang ditutupi oleh hutan lebat dan batu-batu besar.

Tidak ada celaan moral yang bisa dituduhkan kepada kelompok yang diharamkan ini. Musuh-musuhnya sendiri menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang suka damai, tenang dan saleh. ‘Kesalahan’ besar mereka adalah bahwa mereka tidak mau berbakti kepada Allah seperti yang dikehendaki oleh paus. Untuk kejahatan ini maka ditimpakanlah kepada mereka segala cemoohan dan hinaan dan siksaan yang dapat diciptakan oleh manusia atau Setan.

Bilamana Roma pada suatu waktu memutuskan untuk memusnahkan sekte yang dibenci ini, satu surat perintah dikeluarkan oleh paus, yang mengutuk mereka sebagai orang-orang murtad, dan mengirim mereka ke pembantaian.

SURAT PERINTAH TERHADAP ORANG WALDENSES Bagian terbesar dari naskah surat perintah resmi kepausan yang dikeluarkan oleh Innocent VIII. pada tahun 1487 terhadap orang-orang Waldenses (aslinya ada di perpustakaan Universitas Cambridge) diberikan, dalam suatu terjemahan bahasa Inggeris, di Dawling’s “History of Romanism,” bk. 6, ch. 5, sec. 62 (ed. 1871).

Mereka tidak dituduh sebagai orang-orang yang malas atau yang tidak jujur, atau orang yang mengacau, tetapi telah dinyatakan bahwa mereka tampak sebagai orang saleh yang kudus yang menggoda “domba yang benar.” Oleh sebab itu paus memerintahkan agar “sekte yang jahat dan menjijikkan yang berbahaya itu” jika mereka “menolak untuk meninggalkan keyakinannya, maka akan dihancurkan sebagai ular berbisa.” — Wylie, b. 16, ch. 1. Apakah penguasa yang sombong ini mengharapkan akan bertemu kembali dengan kata-kata itu? Apakah ia tahu bahwa kata-kata itu telah dicatat di buku surga, untuk menghadapinya pada pengadilan surga kelak? “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini,” kata Yesus, “kamu telah melakukannya untuk Aku” ( Matius 25:40).

Surat perintah itu memanggil semua anggota jemaat untuk bergabung memerangi orang-orang bida’ah, yang murtad itu. Sebagai perangsang untuk mengambil bagian dalam pekerjaan kejam ini, seseorang akan “dibebaskan dari segala beban dan hukuman, baik secara umum atau khusus. Mereka yang ikut berperang akan dibebaskan dari setiap sumpah yang telah diucapkan. Akan disahkan haknya atas harta yang sebelumnya mungkin diperoleh dengan tidak sah, dan memperoleh pengampunan dosa, jika mereka harus membunuh orang-orang ‘murtad’ atau ‘bidaah’ itu. Perintah itu juga membatalkan semua kontrak dengan orang-orang Vaudois, dan memerintahkan untuk meninggalkan rumah mereka serta melarang semua orang untuk membantu mereka dalam hal apapun. Dan memberi kuasa kepada semua orang untuk mengambil harta milik mereka.” — Wylie, b. 16, ch. 1. Dokumen ini dengan jelas menyatakan siapa yang menjadi dalangnya. Itu adalah auman suara gemuruh naga itu, bukan suara Kristus yang terdengar di situ.

Para pemimpin kepausan tidak akan menyesuaikan tabiat mereka dengan standar hukum Allah, tetapi mendirikan satu standar yang sesuai dengan kehendak mereka, dan memutuskan memaksa semua menyesuaikan diri dengan standar ini, sebab Roma menghendaki demikian. Tragedi yang paling mengerikan telah berlaku. Imam-imam yang bejat dan penuh dengan hujat, bersama-sama dengan paus telah melakukan pekerjaan yang disuruh oleh Setan mereka lakukan. Belas kasihan tidak ada lagi pada diri mereka. Roh yang sama yang menyalibkan Kristus dan yang membunuh para rasul, roh yang sama yang menggerakkan kaisar Nero yang haus darah menimpa orang-orang yang setia pada zamannya, itulah yang bekerja untuk menumpas kekasih-kekasih Allah dari dunia ini.

Penganiayaan yang menimpa orang-orang yang takut kepada Allah selama beberapa abad telah mereka tanggung dengan kesabaran dan ketetapan hati yang memuliakan Penebus mereka. Walaupun ada perang yang dilancarkan terhadap mereka, dan pembantaian yang tidak berperikemanusiaan yang ditujukan kepada mereka, mereka terus mengirim misionaris untuk menyebarkan kebenaran yang berharga itu. Mereka diburu-buru untuk dibunuh, namun darah mereka menyirami biji-biji kebenaran yang ditaburkan, dan biji-biji kebenaran itu tidak gagal untuk mengeluarkan buah-buah. Demikianlah orang-orang Waldensia bersaksi bagi Allah, berabad-abad sebelum kelahiran Martin Luther. Tercerai berai di berbagai negeri, mereka menaburkan bibit Reformasi yang mulai pada zamannya Wycliffe, yang bertumbuh meluas dan mendalam pada masa Martin Luther, dan akan diteruskan sampai akhir zaman oleh mereka yang juga besedia menderita segala sesuatu “oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus” (Wahyu 1:9).

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *